“Kalau liga salah, ada sanksinya? Selalu yang dirugikan tim. Buat apa diteruskan kalau begini.” Irsan Pribadi, Pemilik Pacific Caesar Surabaya.

 

Suasana panas sudah terasa sejak laga pertama playoff antara Pacific Caesar Surabaya melawan Stapac Jakarta di DBL Arena Surabaya, Jumat, 9 Maret 2018. Para pendukung Pacific yang duduk di dekat bangku pemain Pacific di tepi lapangan berulang kali berteriak-teriak kecewa dengan keputusan wasit.

Di lapangan, David Seagers, garda asing Pacific terlihat berulang kali mencoba beradu argumentasi dengan para wasit. Saking ngototnya, Seagers terkadang malah terlihat layak mendapat ganjaran technical foul. Entah kenapa wasit tidak melakukannya.

Di detik-detik akhir menjelang laga usai, wasit mendakwa Anton Waters melakukan unsportsmanlike foul. Senter asing Pacific yang masuk di tengah musim ini harus meninggalkan arena karena di kuarter pertama sudah melakukan technical foul. Di aturan baru FIBA 2017, 1 technical foul ditambah 1 unsportsmanlike foul berarti harus keluar arena, alias diskualifikasi, alias ejected. Sebelumnya, di aturan FIBA 2014, ketentuan ini belum ada.

Bagi Irsan, keputusan mengganjar Anton dengan unsportsmanlike foul tidak masuk akal. Selain menganggap Kore White (yang dilanggar Anton) lebih dulu melakukan travelling, unsportsmanlike foul dirasa berlebihan.

Berlebihan karena, wasit seharusnya tahu bahwa mendekati akhir pertandingan yang ketat dan dalam kondisi ketinggalan poin, Pacific pasti akan melakukan sacrifice foul. Kemudian di detik-detik akhir, khususnya ketika Anton terkena unsportsmanlike foul, kedudukan poin Stapac sudah relatif tak akan mampu dikejar lagi.

Tapi bagi wasit, aturan adalah aturan. Ia tetap harus ditegakkan. Dan mereka tidak merasa sudah mengambil keputusan keliru.

“Apa yang dijalankan oleh wasit sudah by the rules,” kata Haryanto Sutaryo, salah satu wasit yang memimpin laga tersebut.

“Bahwa Anton Waters kemarin harus keluar karena akumulatif unsportsmanlike foul dan technical foul, maka kalau berdasarkan aturan (FIBA 2017) maka dia harus didiskualifikasi. Bicara rules-nya, seperti itu.”

Pada pertandingan tersebut, Pacific kalah, 77-69. Stapac unggul 1-0 dalam sistem playoff best of three. Nantinya, pemenang dua laga berhak ke semifinal.

 

Drama di laga pertama belum berakhir. Sebuah pertanyaan mencuat. Apakah Anton Waters yang dikeluarkan dari arena (diskualifikasi) masih boleh bermain di pertandingan kedua?

“Diskualifikasi karena melakukan 2 (dua) kali Technical Foul atau 2 (Dua) kali Unsportsmanlike Foul akan dikenakan denda sebesar Rp5.000.000,- (lima juta rupiah) dan larangan bermain sebanyak 1 (satu) kali.” Demikian bunyi peraturan pelaksanaan IBL.

Anton Waters memang didiskualifikasi. Tetapi bukan dari akumulasi 2 technical foul atau 2 unsportsmanlike foul. Kasusnya adalah contoh nyata dari penerapan aturan baru FIBA 2017 yang mendiskualifikasi (ejected) pemain yang melakukan 1 technical foul dan 1 unsportsmanlike foul dalam satu pertandingan. Masalahnya, aturan FIBA 2017 ini tidak memiliki sanksi tambahan di dalam aturan pelaksanaan IBL.

Menariknya, pada Seri 7 di Cirebon, 4 Februari 2018, juga saat melawan Stapac, Anton Waters mendapat dakwaan serupa. Ia didiskualifikasi karena melakukan unsportsmanlike foul yang kemudian disusul dengan technical foul.

“Waktu rapat di Jakarta, Coach Ahang (Johanis Winar, kepala pelatih Pelita Jaya) pernah menanyakan apakah Waters boleh main atau tidak (melawan Pelita Jaya di seri selanjutnya di Malang). Semua di situ diam semua. Karena di buku peraturan (memang) tidak ada. Makanya dia kemudian main,” terang Irsan.

Satu laga setelah didiskualifikasi melawan Stapac di Cirebon, Anton Waters tetap bermain. Melawan Pelita Jaya, saat itu di Seri Malang, 23 Februari 2018. Anton bermain selama 24 menit dan mencetak 11 poin, 8 rebound 1 asis.

Tidak adanya aturan IBL yang melarang 1 technical foul ditambah 1 unsportsmanlike foul untuk tidak boleh main di pertandingan selanjutnya, dan kenyataan bahwa Anton masih bermain di Malang (11 Februari) setelah melakukan technical foul dan unsportsmanlike foul di satu laga di Cirebon (4 Februari) membangun pemahaman bahwa apa yang terjadi di laga pertama playoff ini tidaklah berbeda. Oleh karenanya, Anton seharusnya bisa bermain di pertandingan kedua playoff.

“Aturan FIBA hanya menjelaskan yang berhubungan dengan permainannya saja. Kalau dia saat itu didiskualifikasi, maka dia didiskualifikasi. Aturan yang melarang tidak boleh bermain di pertandingan berikutnya, itu aturan event-nya. Setiap event bisa berbeda,” jelas Wasit Haryanto tentang perbedaan aturan FIBA dengan aturan kegiatan atau penyelenggaraan (event) IBL.

 

Asumsi bahwa Anton Waters bisa bermain di laga kedua playoff langsung dibantah IBL melalui surat resminya kepada Pacific Caesar Surabaya.

Ada poin penting dari surat tersebut. Poin 2.c. dan 3. IBL menganggap bahwa sudah terjadi kesepahaman akan aturan baru yang bisa langsung dipakai pada laga pertama playoff antara Pacific dan Stapac.

“Sosialisasi tersebut dihadiri oleh perwakilan kedua tim, Gagan Rahmat dari Stapac, dan Adi Hari Saputro dari Pacific, serta Arlan dan Azwar Zulkarnaen dari panitia penyelenggara.” Tambah IBL dalam Press Release lewat instagram mereka, @iblindonesia.*

Pacific bergeming. Melalui akun instagramnya, Pacific menegaskan bahwa mereka akan tetap membawa Anton Waters untuk bermain.

“OFFICIAL ANNOUNCEMENT! ANTON DAVON WATERS @_reinvention42 , get ready! cause WE will let you play tonight. We ain’t giving up just yet. Go out there and have fun.” Tulis @pacific.caesar, akun instagram Pacific.

*)Pacific belakangan mempertentangkan pernyataan ini lewat press release mereka setelah dinyatakan kalah “WO” oleh liga:

”Namun peraturan yang bersangkutan tidak ada menyebutkan mengenai larangan bermain sebanyak 1 game seperti yang diklaim oleh liga (ini merupakan peraturan tambahan yang klaim IBL telah disosialisasikan pada tanggal 8 Maret 2018, yang nyatanya tidak pernah ada notulen meeting dan tidak pernah dibagi informasi ini secara resmi ke seluruh 10 tim peserta).” 

 

Seolah menanggapi itu, IBL kemudian mengundang Pacific untuk bertemu pada pukul 16.00, 10 Maret 2018.

Gagan Rachmat, manajer Stapac yang ikut hadir tahu bahwa Pacific akan mundur di pertandingan kedua sejak sore hari. “Karena tidak terjadi kesepakatan apa-apa di pertemuan itu dan Pacific sejak awal memang sudah mau mundur,” ungkap Gagan.

Menjelang laga kedua yang dijadwalkan akan dimulai pada, 10 Maret, pukul 19.00, para pemain Stapac sudah berkumpul di arena dan melakukan pemanasan. Tak satupun pemain, pelatih atau ofisial Pacific yang terlihat. Mereka berkumpul di restoran Pizza Hut yang masih satu gedung dengan DBL Arena. Menunggu jikalau IBL mau mengubah pendiriannya.

Ketika waktu laga tiba, IBL terlebih dulu memberi tiga anugerah individu kepada para pemain Pacific. Nuke Tri Saputra meraih gelar Most Improved Player; Kencana Wukir meraih gelar Coach of the Year; David Seagers sebagai The Best Foreign Player. Tak satupun dari mereka yang hadir.

Laga kemudian dibatalkan. Stapac dianggap menang “WO” dan berhak melaju ke semifinal menghadapi Pelita Jaya Basketball Club Jakarta.

“Kalau berdasarkan rules, tim yang sudah dijadwalkan itu harus bersedia bermain di jadwal yang sudah ditetapkan. Kalau dari jadwal yang sudah ditetapkan, 15 menit setelah jadwal, belum hadir, belum dapat menyediakan minimal lima orang pemain yang siap bermain, maka tim itu dinyatakan kalah WO. Atau kalau di rules itu dikatakan kalah by forfeit. Itu ada di pasal 20,” jelas Wasit Haryanto yang malam itu dijadwalkan akan kembali memimpin laga.

 

“Sangat disayangkan Pacific menyatakan dirinya mundur dari First Round Playoff ini dikarenakan tidak terimanya pemainnya di-suspend satu game. Ketentuan tersebut terjadi ketika Game 1 Anton Waters melakukan satu kali technical foul dan satu kali unsportsmanship (unsportsmanlike foul), dan dengan dasar itu kami harus men-suspend Anton Waters untuk Game 2. Dari pihak Pacific tidak menerima hal itu. Akhirnya mereka menyatakan walk out dari pertandingan ini. Stapac Jakarta sebagai pemenang series ini, 2-0, akan melanjutkan ke semifinal di mana Pelita Jaya menunggu. Game pertama akan dilaksanakan di Yogya, Game kedua dan ketiga akan dijalankan di base-nya Pelita Jaya yang memilih C-Tra Arena (Bandung) sebagai home base.” Terang Direktur IBL Hasan IBL melalui konferensi pers setelah menyatakan kemenangan Stapac.

Gagan Rahmat yang ikut hadir memberikan keterangan pers juga menyesali keputusan Pacific. “Saya sama dengan Pak Hasan. Saya sangat kecewa sekali dengan hasil yang sekarang. Walaupun kami masuk semifinal, dengan Pelita Jaya menunggu di Yogyakarta. Mudah-mudahan ke depan, apapun keputusan dari liga harus kita hormati.”

Menindaklanjuti kejadian ini, Hasan Gozali juga meminta maaf kepada para sponsor yang sudah hadir, khususnya dalam rangka memberikan anugerah-anugerah penghargaan kepada para pemain dan pelatih Pacific.

“Sudah kami sosialisasikan kepada sponsor-sponsor. Kebetulan ada beberapa yang datang untuk memberikan award kepada pemain-pemain Pacific sendiri. Pada mereka, saya minta maaf sebesar-besarnya. Kami sudah mensosialisasikan sebelum tipoff pertandingan.”

“Pasti ada (hukuman untuk Pacific). Karena di peraturan pelaksanaan itu ada klausul ketika sebuah tim walk out atau mengundurkan diri, pasti ada konsekuensinya. Kalau tidak salah denda 100 juta. Sementara (baru) itu.”

Demi memastikan apa yang sebenarnya terjadi, Hasan Gozali kembali menjelaskan bagaimana sampai kejadian tidak mengenakkan ini terjadi.

“Kronologisnya begini. Ketika kami sebelum season mulai, bulan Juli 2017 kami sudah menyebarkan peraturan pelaksannan. Di sana memang mengacu kepada peraturan FIBA 2014. Tapi ketika menjelang season, November 2017, kami sudah mendatangkan ofisial FIBA yang menjelaskan ke semua pihak tim di mana ada perubahan aturan untuk FIBA 2017. Perubahannya misalnya satu technical foul, satu unsportsman (unsportsmanlike) foul atau dua technical foul atau dua unsportsman foul, pemain itu dinyatakan ejected. Peraturan tambahan di peraturan pelaksanaan kami, jika pemain terkena dua technical foul atau dua unsportsman foul yang mengakibatkan dia ejected, itu akan kena suspension satu game dan denda lima juta rupiah. Sebelum seri ini mulai, kami sudah mengadakan technical meeting pada hari Kamis 9 (seharusnya 8) Maret 2018 dengan kedua belah tim. Karena kami sudah wanti-wanti kepada kedua belah pihak agar supaya ini tidak terjadi. Sangat disayangkan ini terjadi dan kami harus mengambil keputusan itu. Karena technical meeting-nya sudah dibahas. Saya tidak bisa bilang kami tidak pernah memberitahukan kepada kedua belah pihak.“

Pernyataan Pacific yang mengatakan bahwa tidak ada notulensi rapat di tanggal 8 Maret 2018 ditanggapi Hasan Gozali dengan mengatakan. “Bukti rapat itu ada. Memang telat (terlambat) didistribusikan ke semua tim. Tapi semua catatan dan rekaman itu ada.”

 

Ketika para pemain Stapac melakukan pemanasan dengan setengah hati di dalam DBL Arena, para pemain, pelatih dan ofisial Pacific berkumpul di restoran Pizza Hut, masih di dalam gedung DBL Arena. Manajer sekaligus pemilik Pacific Irsan Pribadi kembali menegaskan alasannya untuk tidak hadir di lapangan.

“Karena kurang setuju dengan peraturan-peraturan yang kesannya mendadak dan tidak disosialisasikan kepada seluruh tim. Apalagi tidak tertera di buku peraturan pelaksanaan IBL. Daripada kami dipaksakan mengikuti aturan yang tidak jelas, kami mundur saja. Dianggap kalahpun tidak apa-apa. Ini bukan masalah menang-kalah. Ini masalah integritas. Kalau liga memang mengakui berbuat kelalaian di mana mereka tidak update buku peraturannya. Ya harusnya diterapkan musim depan saja,” tegas Irsan.

Irsan juga mengungkapkan apa yang terjadi pada pertemuan di sore hari pukul 16.00 sebelumnya. “Tadi sudah meeting sama Stapac dan liga, kami bersikukuh Anton Waters menurut aturan boleh main. Kami bukan ingin memaksakan Anton Waters main, kalau liga berbuat salah, terbukalah. Kami juga minta dihormati. IBL malah bilang suruh kami berpikir lagi. Kami sudah bulat.”

Irsan mengungkit pertemuan yang oleh IBL dianggap sebagai technical meeting di tanggal 8 Maret. Penjelasan Irsan senada dengan keterangan pers yang diunggah Pacific di instagram @pacific.caesar.

“Saya rasa wasit pun belum tahu tentang suspension ini. Kan belum disosialisasikan ke semua tim. Rapat yang dibilang tanggal 8 pun yang diundang cuma Stapac dan Pacific. Tim-tim lain tahu tidak tentang peraturan ini? Kalau peraturan diterapkan kan harus tertera di buku peraturan. Tidak ada sama sekali. Untuk sebuah keputusan menjadi korum minimal separuh harus ada. Secara sepihak mendadak diubah begitu, kami keberatan. Kami tetap berpatokan pada aturan hitam di atas putih yang disepakati sejak awal musim. Ini kan perubahan mendadak. Kenapa tidak di-update?”

“Liga apa yang peraturan diubah-ubah di tengah musim? Kalau mengubah peraturan pun, pastikan segi ofisial, pelatih, petugas meja, semua siap. Ini kan mendadak. Dipaksa.”

Dengan mengambil langkah ini, Irsan pun sudah siap dengan segala konsekuensinya. Termasuk sanksi denda yang menurut Hasan Gozali sebesar sekitar 100 juta rupiah. “Terserah liga mau penalti apa. Kami tidak mau pikirkan ke sana. Kami akan mempertimbangkan ulang keikutsertaan musim depan. Silakan saja disanksi. Kalau peraturannya yang tidak jelas, yang kena sanksi liga atau klub? Kalau liga salah, ada sanksinya? Selalu yang dirugikan tim. Buat apa diteruskan kalau begini.”

“Kami tidak bisa mengkhianati tim karena peraturan yang tidak jelas. Kasihan pemainnya. Kesannya, dia yang jadi kambing hitam. Saya yakin bukan hanya kami yang punya keluhan. Kemungkinan kecil kami teruskan. Sudah capek, berulang terus menerus. Kalau basket dicampur politik, kami tidak mau. Sudah cukup.”(*)

Foto: Alexander Anggriawan

Komentar