Milwaukee Bucks menjalani musim bak wahana roller coaster pada gelaran NBA musim 2017-2018 ini. Tim dengan logo kepala rusa ini mendapatkan ekspektasi tinggi sebelum memulai musim. Penampilan gemilang skuat muda yang dipimpin oleh Giannis Antetokounmpo pada musim lalu yang membawa harapan besar tersebut.
Sayangnya, ekspektasi tersebut tidak terpenuhi di awal musim. Mengakhiri musim sebagai peringkat keenam musim lalu, tim yang bermarkas di BMO Harris Bradley Center ini hanya mampu meraih hasil empat kemenangan di sepuluh laga awal mereka musim ini.
Permainan mereka lantas membaik setelah manajemen Bucks memutuskan untuk menukar Greg Monroe dengan point guard Phoenix Suns yang tidak bahagia, Eric Bledsoe. Masuknya Bledsoe membawa dampak instan dengan menang empat kali beruntun. Setelahnya, penampilan mereka secara keseluruhan sangat tidak konsisten.
Peruntungan Bucks tidak kunjung membaik memasuki tahun baru 2018. Puncaknya, pada hari Selasa, 23 Januari 2018, manajemen Bucks memutuskan untuk mengakhiri kerjasama mereka dengan Kepala Pelatih Jason Kidd.
Kidd dinilai gagal mengembangkan permainan setelah hanya mampu memenangi 23 pertandingan dalam 45 laga. Pemecatan Kidd kala itu menuai banyak reaksi, tidak terkecuali dari bintang mereka sendiri, Antetokounmpo. Melalui wawancara dengan ESPN, Kidd menjelaskan bagaimana Antetokounmpo berusaha mencegah pemecatan tersebut dengan menghubungi pemilik Bucks. Akan tetapi, semua usaha pemain asal Yunani tersebut gagal, dan Kidd tetap harus pergi dari posisi Kepala Pelatih Bucks.
Reaksi yang ditunjukkan Antetokounmpo sangatlah wajar mengingat Kidd adalah pelatih yang membuat dirinya menyentuh level All Star sekarang. Kidd memberikan perhatian khusus kepadanya dengan melakukan beberapa eksperimen posisi dan menempatkannya sebagai poros utama Bucks.
Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah, siapakah pelatih yang mampu membawa Bucks memenuhi ekspektasi awal musim mereka? Tidak berselang lama setelah pemecatan, pertanyaan tersebut terjawab setelah manajemen Bucks mengumumkan menaikkan pangkat asisten pelatih mereka, Joe Prunty, menjadi kepala pelatih.
Nama Prunty sebenarnya bukanlah nama asing dalam dunia NBA. Pelatih berusia 49 tahun ini sudah sangat banyak makan asam garam dunia kepelatihan NBA. Meski keseluruhan pengalaman tersebut ia dapat sebagai asisten pelatih, ia tidak bisa dianggap remeh.
Prunty mengawali karirnya sebagai asisten koordinator video San Antonio Spurs pada musim 1997-1998. Ia lantas naik pangkat menjadi salah satu asisten pelatih dua musim kemudian. Jabatan baru tersebut membuat ia berada langsung di bawah pengawasan salah satu kepala pelatih terbaik dalam sejarah NBA, Gregg Popovich. Dalam kurun waktu yang ia habiskan bersama Spurs, Prunty berhasil membantu Spurs meraih tiga gelar juara sebelum akhirnya resmi keluar dari tim di akhir musim 2004-2005.
Masa-masa setelah meninggalkan Spurs tidak berlangsung terlalu baik bagi Prunty. Ayah dua orang anak ini total berpindah tim sebanyak empat kali sebelum berlabuh ke Bucks. Ia berlabuh ke Dallas Mavericks, Portland Trail Blazers, Cleveland Cavaliers, dan Brooklyn Nets.
Saat masa-masa bersama dengan Blazers, Prunty sempat menghabiskan jeda antarmusim 2009-2010 dengan berkunjung ke Indonesia. Tepatnya lagi ke Surabaya. Tidak hanya untuk pelesiran, ia berkunjung ke Indonesia juga untuk mengajarkan basket. Bersama dengan bintang Sacramento Kings kala itu, Kevin Martin, Prunty terpilih sebagai perwakilan NBA yang akan membantu kamp basket bernama “Indonesia Development Camp”, nama yang kemudian berubah menjadi "DBL Camp".
Indonesia Development Camp adalah bentuk kerjasama antara PT. DBL Indonesia dengan NBA. Selain Martin dan Prunty, turut hadir pula dalam rangkaian acara selama tiga hari tersebut adalah Brooks Meek yang kala itu menjabat Senior Director Basketball Operations International NBA dan Neal Meyer, salah satu staf pelatih di Los Angeles Clippers. Guard CLS Knights Arif Hidayat adalah salah satu pemain jebolan DBL Camp yang sempat dilatih Prunty dan tim saat itu.
Setelah diumumkan sebagai Kepala Pelatih Bucks yang baru. Banyak yang menyangsikan Prunty akan dipertahankan hingga akhir musim atau bahkan musim-musim selanjutnya. Mengingat sepanjang karirnya yang setia menjadi asisten pelatih.
Akan tetapi, Prunty berhasil membuktikan kecakapan dirinya menangani para pemain muda Bucks. Empat laga pertama menjadi kepala pelatih, tidak ada kekalahan yang didera oleh Bucks. Hingga kini, dalam 12 laga yang sudah dilakoni Bucks bersama Prunty, mereka hanya kalah sebanyak tiga kali. Hasil tersebut membuat posisi Prunty terjamin hingga akhir musim ini.
Dikutip dari Wisconsin State Journal, banyak yang berpendapat bahwa Prunty membawa perubahan berarti pada pertahanan Bucks. Para pemain mulai meninggalkan strategi jebakan (trap) era Kidd dengan menerapkan pertahanan satu lawan satu konvensional. Strategi trap memang beresiko sangat tinggi, dari segi stamina pemain dan juga ruang kosong yang ditinggalkan di area kunci.
Perubahan tersebut makin dikuatkan secara statistik. Saat Kidd dipecat, Bucks berada di posisi ke-25 untuk urusan pertahanan dari 30 tim NBA yang ada. Setelah 12 laga, Bucks berhasil memperbaiki posisi mereka ke peringkat 13. Bucks juga menjadi tim dengan pertahanan terbaik kedua di kurun waktu tersebut, mereka hanya kalah dari Utah Jazz yang sedang melaju kencang dengan 11 kemenangan.
Untuk sisi penyerangan, tidak ada perubahan besar yang dilakukan Prunty. Ia masih mengandalkan tiga pemain utamanya, Antetokounmpo, Bledsoe, dan Khris Middleton. Kekuatan serangan Bucks mungkin akan segera membaik setelah manajemen mengakusisi Tyler Zeller dari Nets dan juga kembalinya Jabari Parker dari cedera panjangnya. Nama yang terakhir disebut akan memberikan dampak sangat kentara bila berhasil kembali ke performa sebelum cederanya. Saat itu, ia berhasil menorehkan rataan lebih dari 20 poin per laga.
Ketika ditanya tentang perubahan yang ia bawa ke dalam tim, Prunty berusaha merendah. “Yang menjadi fokus utama kami adalah menjadi baik dari hari ke hari, kuarter ke kuarter, atau waktu ke waktu. Kami harus terus fokus saat unggul apalagi tertinggal. Kami harus mampu mengatasi segala situasi yang terjadi di lapangan,” ujarnya kepada Wisconsin State Journal.
Perjalanan musim ini masih akan sangat panjang bagi Prunty dan Bucks. Melaju ke playoff tampaknya bukan hal tersulit yang harus mereka hadapi kini. Pertanyaan terbesar mereka musim ini adalah, sejauh mana mereka dapat melaju di playoff?
Foto: USA Today, DBL Indonesia