Beberapa waktu lalu, mainbasket.com mengunggah sebuah cerita tentang keperkasaan Surabaya Fever di kompetisi basket putri tanah air. Mereka dominan dan belum ada yang mampu menumbangkannya. Bukan hanya menumbangkan saja, melainkan belum ada tim yang bisa mencuri kemenangan dari Fever.

Banyak faktor yang membuat Fever dominan. Tapi salah satu yang mencolok adalah kekompakan pemain. Kapten Fever, Henny Sutjiono, membagi cerita bagaimana mereka bisa dominan hingga saat ini.

Cerita ini bermula tahun 2012, saat Surabaya Fever pertama kali dibentuk. Saat itu, Henny menjadi bagian tim yang tampil di Inaugural Season WNBL Indonesia. Di musim pertamanya, Fever menjadi juara dengan rekor sempurna. Tak pernah kalah sejak musim reguler hingga babak playoff. Namun dua musim selanjutnya, Fever mengalami pasang-surut.

"Awal Fever dibentuk itu isinya pemain-pemain senior. Itu awal saya bermain basket profesional. Lalu, saya merasakan perbedaan yang mencolok sekitar dua tahun belakangan. Pemain-pemain senior mulai digantikan pemain muda," ucap Henny.

Fever mengulang sukses dengan mencetak rekor kemenangan sempurna dan menjadi juara di WNBL Indonesia 2014-2015. Sejak saat itu, Fever tak terkalahkan hingga sekarang. Tapi, Henny mengatakan Fever yang sekarang berbeda jauh. Fever memang masih menyertakan pemain senior dalam roster pemain. Namun ketika di lapangan, justru menit bermain banyak diberikan pada pemain muda. Mungkin itu yang tidak disadari oleh lawan-lawannya.

"Sebenarnya baik dalam latihan maupun pertandingan. Pemain senior justru punya peran untuk membimbing pemain muda. Tujuannya agar mereka menyatu dengan permainan Fever dan tetap kompak. Jadi walaupun pemain muda yang bertanding, tapi ciri permainan Fever tidak hilang," lanjut peraih medali perunggu SEA Games 2017 Malaysia tersebut.

Sebagai contoh, Henny bermain selama 20 menit dalam pertandingan final Srikandi Cup Seri 2 Surabaya melawan Merpati Bali. Tapi di pertandingan lain, ia hanya bermain kurang dari 15 menit. Bahkan ia diistirahatkan kepala pelatih Wellyanto Pribadi di pertandingan melawan Tanago Friesian Jakarta. Selama seri Surabaya, Henny menghasilkan 4,5 poin, 2,7 rebound, 0,5 asis per pertandingan.

Henny berpendapat bahwa kemenangan yang mereka dapatkan hanya sekadar bonus dari kerja keras semua pemain. Mereka belajar dari semua kekalahan yang pernah dialami. Lalu mencoba konsisten dengan permainan. Soal pemain berkualitas, itu faktor lain yang bisa membuat mereka dominan.

"Memang tim kami banyak pemain bagus. Mereka punya potensi untuk menjaga tradisi juara. Tapi kalau itu potensi mereka tidak dijaga oleh pemain senior, maka kekompakan tim tidak akan pernah bisa seperti saat ini," kata Henny.

Sebenarnya, Fever pun punya kesalahan-kesalahan yang mereka lakukan sendiri. Seperti saat tampil di Srikandi Cup Seri 2 Surabaya. Menurut Henny, mereka bermasalah dengan akurasi tembakan. Lalu beberapa kesalahan yang mereka lakukan saat kurang fokus dalam menerapkan strategi yang diberikan pelatih.

"Kadang kami bermasalah dengan akurasi. Di salah satu pertandingan (melawan Tanago Friesian Jakarta), kami melepas 29 tembakan tripoin dan masuk hanya enam tembakan saja. Kemudian di pertandingan semifinal (melawan Merah Putih Samator), kami tidak fokus saat defense. Ingin ambil bola dengan steal atau apapun, tenyata malah banyak melakukan foul. Kami lupa defense. Banyak sekali yang harus kami perbaiki," ucapnya.

Tim terbaik pun, menurut Henny masih harus berupaya keras untuk menjaga konsistensi permainan. Hal itu yang sekarang dilakukan Fever. Pemain senior bertugas untuk memberi contoh kepada pemain muda. Kekompakan tim baik di luar maupun di dalam lapangan selalu dijaga. (*)

Foto: Dite Surendra, Mei Linda

Komentar