Sudah lebih dari sepekan sejak Giannis Antetokounmpo melompat melewati kepala Tim Hardaway Jr. untuk melakukan dunk. Namun, orang-orang sepertinya sudah tidak membicarakannya lagi, kecuali kalau ada obrolan yang memancing ke arah sana. Tulisan ini, misalnya.

Rasanya dunk Ante...siapa tadi namanya? Menulis namanya saja sulit, apalagi melafalkannya.

An-te-to-koun-mpo...ah, begini cara menulisnya, entah bagaimana melafalkannya.

Antetokounmpo, 23 tahun, pemain serba bisa, memang sedang menjadi sosok hype alias ngetren belakangan ini. Bukan hanya karena tampilan atletisnya, tetapi juga karena ia piawai bermain di berbagai posisi. Ia bisa menjadi point guard, bisa jadi shooting guard, bisa juga jadi small forwad. Dengan tinggi menjulang 2,11 meter, ia memungkinkan dirinya untuk menjadi power forward dan center sekalian. Di samping itu, saya pikir, ia juga bisa menjadi cadangan; posisi lainnya jika sewaktu-waktu kelelahan. Wajar begitu, kan? Namanya juga manusia. Namun, bagi Antetokounmpo, pokoknya bermain di manapun, let’s go!

An-te-to-koun-mpo (saya masih kesulitan menulis namanya) merupakan salah satu wajah masa depan NBA. Sulit menampiknya. Bahkan penampilannya dua-tiga musim ini membuatnya semakin berada dalam pantauan radar masyarakat dunia. Orang-orang semakin mengenalnya karena ia semakin hebat. Milwaukee Bucks akhirnya punya sosok yang bisa diandalkan di tengah-tengah kesulitan mereka keluar dari mediokritas.

Kendati begitu, bagi saya—entah bagi pembaca—sosok Antetokounmpo tidak lebih hebat dari Vince Carter. Tidak lebih hebat jika membandingkan dunk Antetokounmpo melewati Hardaway dengan Carter melewati Frederic Weis. Bagi saya, dunk Carter melewati Weis di Olimpiade 2000 di Sydney, Australia, lebih hebat dari yang dilakukan Antetokounmpo.

Loh, kok bisa? Buktinya apa?

Pertama, soal lompatan. Carter melompat lebih hebat daripada Antetokounmpo karena perbedaan tinggi tubuh pemain bertahan yang mereka lewati. Weis memiliki tubuh yang lebih tinggi dari Hardaway. Weis berukuran 2,18 meter, lebih tinggi 20 sentimeter dari guard milik New York Knicks itu. Maka, coba bayangkan Carter melompat melewati raksasa setinggi itu. Apa namanya kalau bukan hebat?

Bagi saya, dari persoalan di atas saja mestinya Carter sudah terbukti lebih hebat. Namun, mari lanjutkan ke persoalan kedua: nama.

Iya, nama. Memangnya dunk Antetokounmpo melewati Hardaway punya nama? Coba sebutkan, jika tidak maka ia tidak lebih hebat dari Carter, karena pemain veteran NBA ini memiliki nama untuk dunk-nya. Orang-orangnya menyebutnya le dunk de la mort atau the dunk of death (dunk kematian).

Cobalah tik kata kunci di atas, terutama le dunk de la mort, maka cerita betapa hebatnya dunk seorang Vince Carter di atas kepala Weis akan keluar. Lain waktu, cobalah tik nama dunk Antetokounmpo di mesin pencari, maka tidak akan keluar apa-apa karena memang tidak ada namanya. Setiap yang tak bernama, tak punya cerita. Begitu, kan?

Omong-omong soal cerita, ada yang ingat Antetokounmpo pernah mengikuti Slam Dunk Contest? Saya tidak ingat sama sekali sebelum mencari informasinya di internet. Ternyata Anteteokounompo—maksud saya Antetokounmpo—pernah ikut Slam Dunk Contest 2015. Kalau tidak percaya, silakan buka YouTube. Video Antetokounmpo gagal mengempaskan dunk di percobaan pertamanya itu masih ada, kok.

Sekarang, jangan coba-coba mengingat Slam Dunk Contest 2000, karena momen itu akan teringat dengan sendirinya. Bagaimana tidak, NBA maupun media-media di Amerika Serikat dan dunia baru saja mengenangnya. Mereka mengenang momen Carter memenangkan Slam Dunk Contest.

Pada 12 Februari 2018 lalu, NBA mengunggah cuplikan video momen bersejarah itu ke Instagram mereka @nbatv. Media-media olahraga pun begitu, karena mereka tahu bahwa Carter sehebat itu untuk dikenang. Mereka tahu kontes dunk saat ada Carter itu adalah salah satu kontes terbaik di samping Michael Jordan vs. Dominique Wilkins (1988) dan Zach LaVine vs. Aaron Gordon (2016). Mereka tahu itu.

Lalu, adakah momen Slam Dunk Contest 2015—di mana Antetokounmpo ikut serta—dikenang sedemikian rupa?

Ah, sudahlah. Mari akhiri saja tulisan ini, karena yang terhebat sudah ditemukan. Antetokounmpo, jangan lawan Carter, berat. Biar Carter yang terhebat.

Foto: AP, Reuter, ESPN

Komentar