NBA musim 2024-2025 akan dimulai kurang dari dua bulan lagi. Tepatnya 53 hari lagi menuju tepis mula yang menandai perjalanan baru mencari tim terbaik dari 30 tim yang akan bersaing sepanjang kurang lebih delapan bulan. Sejak Juli lalu, NBA sudah membuka jendela transaksi pemain mereka. Entah itu dalam bentuk pertukaran pemain atau perekrutan pemain bebas (free agent) yang telah habis kontrak dengan tim sebelumnya. 

Hampir dua bulan berlangsung, masih banyak pemain bebas yang sampai sekarang belum mendapatkan "rumah baru". Pemandangan ini sejatinya adalah hal yang lumrah. Pasalnya, setiap tim hanya boleh mendaftarkan maksimal 18 nama di setiap musimnya. Itupun dengan rincian tiga di antaranya berstatus sebagai two-way player. Dengan skema draft yang ada di tiap tahunnya yang membuat seluruh tim memilih 60 nama baru, persaingan untuk masuk roster NBA memang bukan perkara mudah. 

Begitu juga di jeda musim baru ini. Ada beberapa nama yang sudah terhitung veteran atau bahkan sempat digadang-gadang bersinar tapi tak kunjung mendapatkan tim baru. Berikut lima nama pemain bebas yang menurut kami memiliki nama cukup besar dan masih bisa berkontribusi untuk tim. 

1.Evan Fournier

Evan Fournier

Evan Fournier memang sedang mengalami masa sulit sejak Olimpiade 2020 Tokyo. Meski kala itu memberikan kontribusi apik untuk Prancis mengamankan medali perak, Fournier justru mengalami penyusutan peran di NBA. 

Berangkat sebagai pemain Boston Celtics sebelum olimpiade, Fournier harus menerima dirinya ditukar ke New York Knicks. Meski akhirnya sempat menjlanai masa-masa yang cukup baik, pelan tapi pasti peran dan menit Fournier terus tergerus setelah manajemen Knicks berubah haluan ke trio Villanova. Februari lalu ia ditukar ke Detroit Pistons hanya untuk membuka ruang gaji. 

Penampilan Fournier di Olimpiade 2024 Paris membuktikan bahwa ia masih bisa berkontribusi jika diberi kesempatan. Dengan usia 32 tahun, rasanya Fournier masih bisa berkontribusi dari bangku cadangan untuk tim yang mengincar laju jauh di Playoffs. Fournier garda yang lebih kuat menyerang tapi tidak seburuk itu juga dalam bertahan. Kelebihannya adalah ia bukan pemain spot up. Ia bisa membuat tembakannya sendiri. 

 

2.Danilo Gallinari

Danilo Gallinari

Mungkin beberapa di antara Anda yang membaca ini akan menyangsikan nama Danilo Gallinari, namun tidak untuk kami. Pemain yang akrab disapa Galo ini ini harus dilihat secara perspektif besar, tak bisa berkaca pada musim lalu saja. 

Faktanya bahkan lebih gila. Selepas musim pertamanya di NBA, atau sejak musim 2009-2010, Galo selalu menorehkan rataan dua digit poin per gim di setiap musimnya sampai musim lalu. Musim lalu jadi musim perdana ia bermain tidak sampai 14 menit per gim. Musim lalu juga Galo membela tiga tim yang berbeda. 

Ia memulai musim dengan Washington Wizards dan menorehkan rataan 7,0 poin per gim. Ia berpindah ke Pistons dalam enam laga dan membukukan rataan 8,7 poin per gim. Bersama Milwaukee Bucks di 17 gim dengan rata-rata 9,1 menit turun bermain, Galo akhirnya hanya bisa membantu dengan 2,8 poin per gim. 

Bertahan memang bukan atribut utama untuk Galo. Akan tetapi, untuk urusan menyerang, Akurasi 39 persen dari tripoin dan ketangkasan yang ia punya bisa jadi bantuan besar untuk tim-tim yang butuh amunisi dari bangku cadangan. Galo cukup tajam dalam skema catch n shoot dan masih memiliki atribut bermain pos yang cukup solid. 

 

3.T.J. Warren

T.J. Warren

"Street will never forget", adalah kiasan yang paling pas untuk menggamabarkan sosok T.J. Warren di Gelembung NBA 2020 Orlando. Kala itu membela Indiana Pacers, TJ tampil bak Michael Jordan mendominasi serangan tim seorang diri. 

Sayangnya, performa itu tak bisa ia lanjutkan setelahnya. Cedera membuatnya absen panjang bahkan sampai musim lalu. Ini yang membuat TJ membela tiga tim dalam tiga  musim terakhir mulai dari Brooklyn Nets, Phoenix Suns, dan terakhir Minnesota Timberwolves. 

Serupa dengan Danilo Gallinari, TJ selalu mencetak dua digit poin sejak musim keduanya sampai sebelum ia cedera. Hebatnya, TJ tak sekadar produktif, melainkan juga efektif. Ia memiliki angka eFG% di atas 50 persen di kurun 2015-2021. 

Ia baru saja mengeluarkan pernyataan bahwa kondisinya sudah fit 100 persen. Jika ini benar adanya, maka TJ tak sekadar jadi bantuan besar dari cadangan bahkan bisa menjdi opsi Sixthman untuk beberapa tim NBA yang kurang di sisi cadangan mereka. 

 

4.Marcus Morris Sr.

Marcus Morris Sr.

Tidak bisa dipungkiri lagi, perkembangan permainan basket membuat pemain dengan akurasi tripoin tinggi menjadi komoditas luar biasa di pasar pemain bebas. Oleh sebab itu, kami menempatkan Marcus Morris Sr. sebagai salah satu pemain bebas krusial di daftar ini. 

Morris menembak 38 persen tripoin sepanjang kariernya. Menariknya, sejak 2019, ia tidak pernah menembak di bawah 36 persen dari tripoin. Termasuk di dalamnya adalah tiga musim dengan 40+ persen akurasi. 

Tak sekadar tajam dari tripoin, Morris bisa dibilang cukup solid dalam menyerang. Dalam kurun 2014-2015 sampai 2022-2023, ia selalu memiliki rataan dua digit poin. Musim lalu bisa dibilang ia salah memilih tim. Ia menghabiskan 37 laga dengan Phladelphia 76ers yang sudah penuh dengan barisan pencetak angka. Paruh kedua pun serupa saat ia memilih merapat ke Cleveland Cavaliers. 

Ya, tim yang tepat bisa membuat Morris kembali menyala. Meski usianya sudah memasuki 34 tahun, Morris belum menunjukkan tanda penurunan. Jika ada tim yang butuh pencetak angka dari bangku cadangan, Morris akan jadi salah satu pilihan terbaik. 

 

5.Markelle Fultz

Markelle Fultz

Nama terakhir di daftar adalah pilihan pertama NBA Draft 2017. Apakah ia layak disebut sebagai salah satu pilihan pertama terburuk dalam sejarah? Menurut saya belum sepenuhnya tepat. 

Kendala terbesar Fultz adalah cedera. Saat ia tidak cedera, ia bisa memberikan performa yang luar biasa telepas dari akurasi tripoinnya yang masih cukup rendah. Ya, akurasi tripoin memang jadi masalah utama Fultz. Ia sejauh ini hanya menembak 27 persen, dengan rataan percobaan hanya 1,2 tembakan per gim. Pun demikian, itu bukan alasan utama Orlando Magic melepasnya. Sebab utamnya adalah penumpukan pemain di posisi yang sama. Magic punya Cole Anthony dan Jalen Suggs di posisi tersebut. 

Namun, kita semua tahu bahwa ini semua tidak sepenuhnya salah Fultz. Masuk ke NBA, ia menglami cedera bahu yang akhirnya membuat tim pelatih Philadelphia 76ers (timnya kala itu) mengubah cara menembak Fultz. Fultz sendiri menembak 41 persen dari tripoin di bangku kuliah dengan 5,0 percobaan per gim. 

Bisa dibilang, Fultz mengalami kebalikan nasib dengan Lonzo Ball yang justru membaik saat masuk NBA secara akurasi tripoin. Jika Fultz bisa mengembalikan kepercayaan diri dan akurasinya, saya yakin ia akan menjadi rebutan tim-tim NBA. 

Pasalnya, alumnus University of Washington ini memiliki atribut lain yang cukup lengkap. Terobosannya cepat dan kuat. Ia juga punya sentuhan yang bagus di area mid range. Dua tripel-dobel di sepanjang kariernya juga bukti ia adalah garda yang cukup komplet. Dalam tiga musim sebelum musim lalu, Fultz menorehkan rataan asis di atas lima asis per gim. 

Menarik menunggu ke mana Fultz dan empat nama di atas akan berlabuh. Jika tim dengan peluang juara besar merekrut mereka, ini akan jadi tambahan yang solid guna memudahkan langkah tim untuk melaju jauh di musim 2024-2025. 

Foto: Getty Images

Komentar