Pengumuman pemanggilan pemain untuk pemustan latihan (TC) tim nasional (timnas) Indonesia jelang FIBA Asia Cup 2025 Qualifier Window 1 menimbulkan banyak perbincangan. Munculnya banyak nama pemain muda bahkan hingga beberapa sosok yang belum dikenal publik basket secara luas membuat keputusan ini patut dipertanyakan. Secara rataan usia, ini termasuk pemanggilan skuad yang paling muda untuk status senior. Ratan usia 19 pemain yang dipanggil adalah 23 tahun.
Berkaca pada prestasi terbaik timnas basket putra Indonesia sejauh ini yakni emas SEA Games 2021 (digelar 2022 karena pandemi) Vietnam, maka hanya tersisa dua nama yang masih dipanggil untuk TC kali ini, keduanya adalah Yudha Saputera dan Vincent Kosasih. Bergeser ke gelaran besar selanjutnya yakni FIBA Asia Cup 2021 (yang juga digelar pada 2022), maka hanya ada nama Widyanta Putra Teja, Agassi Goantara, dan Muhamad Arighi bersama Yudha dan Vincent yang masih bertahan di skuad TC kali ini.
Keputusan ini memang selayaknya dipertanyakan. Setidaknya Badan Tim Nasional (BTN) dan Perbasi sebaiknya meluruskan apa niat mereka dalam pemanggilan skuad TC ini. Pasalnya, perubahan yang dilakukan sangatlah drastis dan jelas nama-nama yang dipanggil ini bukanlah nama-nama terbaik dalam satu tahun terakhir atau bahkan dalam gelaran IBL 2024 yang baru digelar empat pekan ke belakang. Kalau bicara memberikan pengalaman, apakah ini berarti kita tidak mengejar kemenangan di dua laga melawan Thailand dan Australia?
Membingungkan adalah kata yang tepat untuk situasi ini. Jika mereka ingin melakukan peremajaan skuad secara total, maka tak perlu juga ada nama Kaleb Gemilang atau Reza Guntara di sana. Andai yang diharapkan dari keduanya adalah arahan atau petunjuk dari senior, keduanya pun rasanya kurang tepat. Keduanya memang cukup solid, namun pengalaman membela Indonesia di ajang internasional utamanya Asia tak mereka miliki. Keduanya tak ada dalam skuad timnas baik untuk SEA Games dan FIBA Asia Cup 2021 lalu.
Saat bicara pengalaman membela timnas, rasanya tak ada nama yang lebih baik selain Andakara Prastawa. Ia pun masih dalam performa yang normal selama IBL 2024 di tengah gempuran pemain asing. Rasanya hanya Arki Wisnu yang memiliki pengalaman membela timnas sekonsisten atau mungkin lebih dari Prastawa. Prastawa sendiri adalah top skor untuk Pelita Jaya di IBL 2024 untuk pemain berstatus lokal dengan 7,4 poin per gim. Angka ini lebih tinggi dari Brandon Jawato dan Reza yang dipanggil ke timnas.
Bicara performa pun, rasanya tak ada yang lebih layak untuk dipanggil ke TC ketimbang seorang Abraham Grahita. Abraham adalah top skor lokal untuk musim ini, sejauh ini, dengan 15,2 poin per gim. Menariknya lagi, top skor kedua untuk pemain lokal di IBL 2024 sejauh ini juga tidak dipanggil yakni Abraham Wenas dengan 12,4 poin per gim. Keduanya unggul dari tiga nama lokal selanjutnya di daftar top skor yakni Fisyaiful Amir (11,4), Yudha (10,4), Kaleb (10,2), dan Avin Kurniawan (10,2).
Namun, saat kita bicara Abraham Damar Grahita, situasi memang agaknya rumit. Abraham sudah absen dari tim nasional sejak 2023, lebih tepatnya sejak ia yang merupakan MVP IBL 2022 memutuskan untuk mencari tantangan baru di liga bola basket Jepang B-League Divisi 3 (B3) bersama Veltex Sizhouka. Kala itu, BTN beralasan bahwa kasus hukum (tuntutan dari Prawira) adalah alasan utama Abraham tidak dipanggil. Kini pemain yang akrab disapa Bram ini berstatus pemain Satria Muda Pertamina Jakarta dan kasus hukumnya telah selesai (berujung damai).
Serupa dengan Abraham, performa Fisyaiful Amir dalam utamanya dua musim terakhir cukuplah luar biasa dan konsisten. Mengingat perjalanan kariernya yang dimulai dari Bogor Siliwangi pada musim 2018-2019, melihat perkembangannya sampai musim ini saya rasa Fisyaiful adalah salah satu pemain dengan perkembangan paling pesat. Fisyaiful juga sempat masuk jajaran nominasi pemain bertahan terbaik pada 2022 yang semakin menasbihkan dirinya sebagai salah satu pemain yang cukup komplet dan layak dipanggil timnas.
Bila yang ditargetkan oleh timnas adalah peremajaan skuad, pemain-pemain muda, tidak adanya nama dua pemain Pacific di daftar juga rasanya sulit dimengerti. Daffa Dhoifullah dan Aven Pratama bergantian mengisi posisi starter Pacific di laga-laga awal mereka di IBL 2024 ini. Bahkan, keduanya sudah konsisten menjadi starter sejak musim lalu. Kalau ada frasa muda dan berpengalaman, maka keduanya layak mendapatkan predikat tersebut. Keduanya juga tak pernah masuk Indonesia Patriots yang artinya lebih banyak menghabiskan waktu berlatih dan berlaga melawan pemain asing.
Tanpa bermaksud mengecilkan nama-nama yang dipanggil, pengumuman 19 nama untuk TC ini bisa dibilang adalah sekali lagi sesuatu yang membingungkan dan tak berdasar. Hal ini pun semakin menguatkan harapan kami agar semua pemain basket Indonesia tak bermimpi sekadar hanya untuk bermain di timnas karena pada dasarnya ini bukanlah hal yang sulit. Sebaliknya, hal ini seolah semakin menguatkan fakta bahwa semakin jago seorang pemain, semakin rumit situasi untuk mereka.
Abraham, baik Grahita atau Wenas, Fisyaiful Amir, Andakara Prastawa, Daffa dan Aven menunjukkan bahwa mereka terus berkembang atau konsisten memberikan performa terbaik di tengah gempuran pemain asing yang ada. Sayangnya, itu tak cukup untuk mereka setidaknya sekadar mendapatkan panggilan ke pemusatan latihan timnas. Mengecewakan.
Foto: Ariya Kurniawan