Nike harus menerima kenyataan pahit bahwa saham mereka anjlok, pada hari Jumat (22/12) waktu Amerika Serikat. Nike mengatakan adanya perubahan tren konsumen, membuat mereka tidak bisa mencapai target penjualan. Akibatnya Nike berencana untuk memangkas biaya sebesar 2 miliar dolar Amerika, dalam tiga tahun ke depan. Salah satu bentuk pemangkasan biaya tersebut adalah merumahkan karyawan.
Mungkin pembaca mainbasket.com masih ingat bahwa tiga minggu lalu, diberitakan bahwa merek Vans, juga akan mengurangi karyawan dengan alasan penghematan anggaran. Dalam hal ini, penyebabnya adalah penurunan minat konsumen untuk membelanjakan hal-hal yang tidak penting. Konsumen tampak berhati-hati dalam mengeluarkan uang mereka.
Kali ini yang paling dirasakan oleh Nike adalah penjualan di pasar Asia pada umumnya, dan Cina khususnya. Hal ini terjadi karena pemulihan ekonomi di Cina pasca-Covid, tidak secepat negara-negara lain. Sehingga permintaan konsumen terhadap produk Nike melamah.
Dikutip dari Finance.Yahoo.com, dalam laporan fiskal kedua yang terbit pada bulan Desember 2023, Nike mengalami kenaikan pendapatan sebesar 1 persen, atau dengan nilai uang sebesar 13,39 miliar dolar Amerika. Tetapi target Nike adalah 13,45 miliar dolar Amerika. Tentu saja ini meleset dari target mereka. Kemudian penjualan di Cina mencapai 1,86 miliar dolar Amerika, yang juga tidak sesuai target awal sebesar 1,95 miliar dolar Amerika.
Saham Nike turun lebih dari 14 persen pada hari Jumat, dan saingannya Adidas dan Under Armour masing-masing turun 5 persen dan 3 persen. Saham Foot Locker, yang mengandalkan produk Nike di tokonya, juga turun 4 persen.
Reaksi Nike cukup mengejutkan. Pada hari Sabtu (23/12) waktu Amerika Serikat, perusahaan tersebut mengumumkan akan memangkas perkiraan pendapatannya untuk tahun ini dan pemotongan biaya di tengah meningkatnya kekhawatiran bahwa konsumen memperlambat pengeluaran mereka di seluruh dunia. Perusahaan mengatakan pihaknya mencari penghematan biaya sebanyak 2 miliar dolar Amerika dalam tiga tahun ke depan, termasuk merumahkan karyawan.
Pelanggan mengubah perilaku mereka, mengabaikan pembelian yang bersifat diskresi, seperti sepatu kets mahal dan pakaian olahraga, demi kebutuhan dan pengalaman seperti konser dan perjalanan wisata. Nike juga menghadapi persaingan ketat dari merek-merek baru seperti Hoka dan On Cloud. Di pasar basket, Nike juga diserbu merek-mereka asal Cina yang kini mulai menggerogoti dominasi Nike di NBA.
Kepala keuangan Nike, Matt Friend, mengatakan bahwa adanya indikasi perilaku konsumen yang lebih berhati-hati di seluruh dunia. Dia merujuk pada lesunya penjualan di Cina, Eropa, Timur Tengah, dan Afrika. Nike melihat permintaan yang lemah di luar acara liburan penting seperti belanja "Back to School" dan "Black Friday". Penjualan e-commerce perusahaan melambat dan para pesaingnya menawarkan tingkat promosi yang lebih tinggi untuk menarik pembeli. (*)
Foto: Nike.com