Membicarakan basket terutama NBA tidak akan pernah ada habisnya. NBA sendiri selalu menyajikan berbagai kegiatan saat pertandingan memasuki masa jeda. Seperti sajian NBA Draft di setiap jeda pergantian musim.

NBA Draft sendiri selalu menghadirkan sensasi menarik tiap tahunnya. Dimulai dari pengundian tim mana yang akan mendapatkan hak memilih tertinggi, calon pemain yang akan dipilih di urutan awal, atau juga pertukaran pemain yang terjadi saat malam draft itu digelar.

“Dengan hak memilih pertama NBA Draft 2013, Cleveland Cavaliers memilih, Anthony Bennett.”

Kalimat tersebut keluar dari mulut komisioner NBA kala itu, David Stern, yang lalu disambut riuh oleh para penonton yang hadir di Barclays Center, Brooklyn, New York, Amerika Serikat.

Bennett langsung memeluk semua kerabatnya yang ada di deretan meja terdekat. Selanjutnya, ia melangkah dengan penuh senyum ke atas panggung dan menyalami Sang Komisioner.

Mundur sedikit, siapakah Anthony Bennett? Bagaimana ia bisa terpilih menjadi pilihan pertama kala itu?

Anthony Harris Bennett adalah warga negara Kanada yang dilahirkan 24 tahun lalu di Toronto, Ontario, Kanada. Memasuki masa SMA, ia memutuskan untuk pindah ke Amerika Serikat demi mengejar mimpinya bermain di NBA.  Bennett sempat bermain untuk Mountain State Academy di Berkley, West Virginia, Amerika Serikat pada 2009. Setahun kemudian Bennett berpindah sekolah ke Findlay Prep di Henderson, Nevada.

Perpindahan sekolah itu ternyata menjadi berkah tersendiri bagi Bennett. Karir basketnya berkembang pesat bersama Findlay Prep hingga ia masuk daftar permain SMA terbaik versi ESPN. Daftar itu menempatkan Bennett sebagai pemain terbaik di posisi power forward dan peringkat ketujuh terbaik secara keseluruhan. Apresiasi tinggi itu membuat ia mendapatkan banyak undangan bergabung dengan tim kuliahan.

Bennett akhirnya memutuskan bergabung dengan University of Nevada, Las Vegas (UNLV). Memainkan 35 laga di musim pertamanya bersama UNLV, Bennett langsung mendapat atensi para pemandu bakat dengan cara bermainnya yang agresif di area bawah ring lawan. Ia juga tidak ragu melepaskan tembakan tiga angka dalam beberapa kesempatan menyerang.

Dalam rataan 27 menit bermain di tiap laga, ia berhasil mencatatkan 16,1 poin dan 8,1 rebound. Akurasi tembakannya pun mencapai 53 persen secara keseluruhan.

Dalam kurun waktu yang sama, Bennett dilanda cedera yang membuatnya absen dalam beberapa laga. Bahkan cedera bahu yang ia derita memaksanya untuk kehilangan posisi di skuat utama dan harus memulai laga dari bangku cadangan. Kehilangan Bennett juga ditengarai sebagai salah satu faktor UNLV kalah di putaran kedua turnamen NCAA.

Dengan segala pencapaiannya bersama UNLV dalam setahun itu, ia cukup percaya diri untuk mengikuti NBA Draft 2013. Benar saja, ia akhirnya terpilih pada urutan pertama secara keseluruhan oleh Cleveland Cavaliers. Padahal pada kelas draft tersebut ada nama-nama seperti Victor Oladipo, C.J. McCollum, dan Giannis Antetokounmpo.

Bennett menjadi pilihan pertama Cavaliers sejak mereka memilih LeBron James pada 2003 dan Kyrie Irving dua tahun sebelumnya. Penjelasan ini mengakhiri segala pertanyaan bagaimana ia bisa terpilih pada urutan pertama kala itu. Lantas pertanyaan selanjutnya muncul, bagaimana karir Bennett dengan segala bakat yang ia miliki menjadi hancur lebur di NBA?

Bennett sudah membuat banyak pengamat ragu pada musim pertamanya. Dalam empat laga pertama yang ia mainkan, ia tidak berhasil memasukkan satu pun tembakan. Ia hanya mencetak tiga poin yang semuanya berasal dari tembakan gratis. Bennett baru memasukkan tembakan pertamanya pada laga kelima kala melawan Milwaukee Bucks.

Penampilan yang tak kunjung membaik membuat menit bermain yang ia dapatkan semakin berkurang. Ia juga sering memulai laga dari bangku cadangan. Pada musim pertamanya kala itu, Bennett mencatatkan rataan 12,8 menit per laga dalam 52 pertandingan yang ia mainkan. Dengan kesempatan bermain yang sangat minim tersebut, Bennett hanya mampu berkontribusi dengan 4,2 poin dan 3,0 rebound per laga. Akurasi tembakannya pun turun drastis di angka 35 persen.

Kegagalan musim pertama Bennett ternyata tidak dapat ditolerir lagi oleh manajemen Cavaliers. Ia lantas masuk dalam bagian transaksi pertukaran Kevin Love ke Cavaliers. Bennet dikirim ke Minnesota Timberwolves bersama dengan rookie sekaligus kompatriotnya di tim nasional Kanada, Andrew Wiggins.

Bersama dengan deretan pemain muda lainnya di Timberwolves, Bennett masih kesulitan bersinar. Bennett sempat bermain bagus kala berhadapan dengan San Antonio Spurs. Ia berhasil mencetak raihan angka tertinggi selama karirnya dengan 20 poin, yang sekaligus menjadi malam terbaik sepanjang karirnya di NBA hingga saat ini.

Timberwolves yang merasa tidak puas dengan penampilan Bennett lantas memutus kontraknya di akhir musim dan membuat ia menjadi pemain bebas. Ia lalu memutuskan pulang ke kampung halamannya dan bermain dengan Toronto Raptors. Namun, buruknya penampilan Bennett sekali lagi membuat ia hanya bermain dalam 19 laga dan menghadapi pemutusan kontrak.

Bennett kembali mendapatkan tim baru setelah Brooklyn Nets merekrutnya untuk musim 2016-2017. Ia hanya sekali bermain sebagai pilihan utama dalam 23 laga yang ia mainkan. Namun, tak kunjung membaiknya penampilan Bennett membuat ia bahkan tidak bertahan sampai setengah musim. Padahal Nets notabene salah satu tim peringkat terburuk di NBA musim lalu.

Nets memutuskan kontrak Bennet pada Januari 2017 dan membuat ia menjadi pemain bebas untuk ketiga kalinya dalam empat musim. Selama perjalanannya di NBA, Bennet mencatatkan rataan 4,4 poin dan 3,1 rebound per laga. Total ia hanya memainkan 151 laga di NBA.

 

Sang pemain lantas berusaha mencoba peruntungannya dengan bermain di luar NBA. Ia tengah menyasar Eropa sebagai tempat berlabuh selanjutnya. Bennett menerima pinangan dari Fenerbahce guna mengarungi Turkish Basketball League dan EuroLeague. Ia tampil minim sepanjang musim dengan rataan tujuh menit per laga. Meskipun Fenerbahce berhasil keluar sebagai juara EuroLeague musim lalu, kontribusi Bennett sangatlah kecil. Ia bahkan tidak bermain sama sekali pada tahap Final Four EuroLeague. Ia lantas sekali lagi menjadi pemain bebas setelah resmi diputus kontrak oleh Fenerbahce Mei 2017 lalu.

Bennett masih belum menyerah dengan karir basketnya. Ia memutuskan kembali ke NBA di awal musim ini dengan bergabung bersama Phoenix Suns. Namun hubungan kerja kedua pihak berlangsung tidak sampai sebulan. Suns melepas Bennett guna mendaratkan pemain yang lebih dibutuhkan tim mereka seperti Tyson Chandler dan Mike James. Setelahnya, Bennett memutuskan bergabung dengan tim NBA G-League, Northern Arizona Suns yang sebenarnya masih terhubung dengan Phoenix Suns. Ia menjadi satu-satunya mantan pilihan pertama NBA Draft yang bermain untuk tim G-League.

Namun, pagi ini, Jumat 29 Desember 2017, Bennett resmi ditukar ke tim G-League lainnya, yakni Maine Red Claws yang terhubung dengan Boston Celtics. Padahal Bennett sebenarnya tampil cukup bagus untuk Northern Arizona. Ia mencatatkan rataan 11,7 poin dan 5,5 rebound dalam 14 laga yang dimainkan. Namun, ada satu tindakan indisipliner yang menjadi salah satu alasan ia ditukar. Bennett sempat meninggalkan tim guna bergabung dengan latihan tim nasional basket Kanada tanpa memberitahu pihak klub. Sebuah tindakan yang tidak profesional dan tidak seharusnya ia lakukan.

Dewasa ini, para pengamat NBA nyaris sepakat bahwa Bennett adalah pemain pilihan pertama NBA Draft terburuk sepanjang masa. Padahal sebelumnya ini mereka memperdebatkan gelar tersebut jatuh kepada pemain-pemain seperti Kwame Brown dan Greg Oden.

Harapan masih ada bagi Bennett. Dalam sebuah wawancara dengan Star Tribune, ia berkata: “Saya rasa saya yang akan tertawa di akhir cerita ini. Saya masih muda dan masih punya waktu untuk membaik.”

Sebuah optimisme yang diharapkan mampu diiringi dengan etos kerja dan semangat pantang menyerah oleh Bennett. Waktu memang masih banyak tersedia, kesempatan juga banyak terbuka. Tapi, akankah Bennett berhasil memperbaiki akhir cerita karir basketnya?

Foto: Fearthesword

 

Komentar