"Kok bisa kita kalah dibantai habis begitu sama Korea Selatan?"

...

Kalau pertanyaan ini yang muncul di kepala Anda saat Indonesia kalah di laga pembuka Asian Games 2023 Hangzhou, maka sepenuhnya kesalahan ada di diri Anda. Jawaban dari pertanyaan itu adalah karena kita salah berkekspektasi. Kekalahan itu jelas dan tak seharusnya jadi pertanyaan. 

Melihat posisi basket kita, melihat komposisi pemain yang dibawa, maka kekalahan bisa sangat diprediksi. Selisih poin yang tersaji pun (95-55) sangat masuk akal. Bahkan, seharusnya target paling realistis adalah merebut satu kemenangan saja, atas Qatar. Satu laga lain melawan Jepang, ekspektasi publik harusnya tetap kalah, tinggal ditarget saja, kalahnya jangan jauh-jauh. Syukur kalau tercapai.

Ya, kita harus terus melakukan perubahan kultur di hal ini. Optimisme semu tanpa alasan kuat tak seharusnya ada lagi. Realita harus dikedepankan. Dengan rataan akurasi tembakan di liga yang hanya 42 persen, jangan harap kita bicara banyak dengan negara yang peringkatnya jauh di atas kita, apalagi yang pernah mencicipi persaingan Piala Dunia FIBA. 

Korea Selatan duduk di peringkat 51 dunia, 23 tingkat di atas Indonesia. Jepang yang terus meningkat bahkan memiliki peringkat lebih bagus dengan posisi 26 dunia. Qatar ada di peringkat 104 dunia, di bawah kita jauh yang ada di peringkat 74. 

Target untuk menang atas Qatar adalah target yang paling realistis. Meski, kita tahu bersama Qatar kini ada di mode percepatan peningkatan kekuatan basket mereka mengingat mereka akan menjadi tuan rumah di Piala Dunia FIBA 2027 nanti. Jadi, targetnya realistis, tapi perjuangannya tetap tak mudah. 

Yudha Saputera Timnas Indonesia Asian Games

Bertanding di turnamen internasional seperti ini memang semakin menunjukkan bobroknya basket Indonesia. Anda yang masih percaya permasalahan size adalah fakor utama kekalahan Indonesia di ajang internasional ya silakan saja. Namun, perlu diketahui Anda adalah golongan paling pesimistis di sini. Tinggi badan pemain tak akan berubah saat sedang berlaga. Artinya, jika Indonesia kalah tinggi badan dari lawannya, tak perlu bertanding pun sudah pasti kalah. 

Kami di Mainbasket kini terus coba memperbaiki diri dengan cara lebih fokus kepada solusi timbang masalah. Pasalnya, masalah basket Indonesia sudah jelas dan tak berubah. Kita tidak jago dalam bidang permainan basket, bahkan kita tidak tahu cara bermain basket dengan baik dan benar, lebih lagi di era modern ini. Pihak-pihak yang bertanggung jawab untuk mencari solusi atas hal ini pun tak bisa diharapkan aksinya, kecuali kemunculannya di media sosial. 

"Lantas, apa yang bisa kita lakukan?"

Langkah pertama tak akan pernah berubah. Dalam beberapa kesempatan, saya sudah menuliskan atau mengucapkan ini. Langkah pertama adalah legawa untuk mengakui bahwa kita memang tidak jago bermain basket. Legawa bahwa ada banyak hal yang tidak kita ketahui dan kita memang benar-benar tersesat di dunia basket ini. 

Langkah kedua adalah berdikari dan bersinergi. Jika yang seharusnya bertugas mencari dan melakukan perbaikan tak bisa diharapkan, maka kita harus bertindak sendiri. Saling fokus untuk menjadi lebih baik di peran masing-masing. 

Kami dengan segala sumber daya yang ada berupaya untuk terus menggali informasi-informasi yang rasanya berguna untuk pengembangan basket di Indonesia. Informasi ini selalu kami bagi, baik dalam bentuk tulisan di mainbasket.com ataupun instagram @mainbasket. 

Untuk langkah konkret dalam bergerak maju, yang pertama tentu kita menentukan target kita. Jika target yang ditentukan Menpora sebelumnya masih dipegang teguh oleh jajaran sekarang, target itu masih terlihat masuk akal. Kita punya sekitar 10 tahun untuk mengembangakn diri dan mengejar target itu. 

Menuju ke sana, kita harus segera menentukan kiblat basket kita, mahzab apa yang kita pegang dalam pengembangan basket, kitab mana yang akan kita jadikan pegangan. 

"Harusnya kita punya kitab sendiri yang sesuai dengan kultur dan sistem yang ada di Indonesia."

Jika hal ini kita kedepankan, rasanya kita akan stagnan. Upaya menyatukan pihak-pihak yang bisa merumuskan kitab ini aja susahnya setengah mati, belum lagi fakta kalau kita dan mungkin para perumus ini sudah tertinggal dari pegerakan basket modern sekarang. 

Widyanta Teja Timnas Indonesia Asian Games 2023

Oleh karena itu, kini sebaiknya kita tentukan kiblat kita dan melakukan hal yang selama ini Indonesia terkenal jago dalam melakukannya yakni praktik ATM tanpa M, yakni Amati dan Tiru. Ambil contoh kita sepakat berkiblat kepada Australia. Kita bisa melihat kurikulum basket Australia yang jelas ada di internet, terbuka untuk publik, dan memastikan itu dilketahui seluruh insan basket Indonesia. 

Kita amati, pelajari, dan tiru semua yang ada di sana. Harapannya adalah, 10-15 tahun ke depan, kita sudah punya satu Josh Giddey dari Indonesia. Target kita adalah memiliki lima Josh Giddey untuk lolos dengan target menjadi semifinalis FIBA Asia Cup, atau meraih dua kemenangan di Piala Dunia FIBA, atau lolos ke Olimpiade. 

Josh Giddey Piala Dunia FIBA 2023

Tidak ada yang tidak mungkin..

Jika kita berproses dengan baik.

Jika prosesnya putus-putus dan tidak konsisten, ketidakmungkinan itu masih akan terus bertahan. Kini, harapan saya adalah semua insan basket Indonesia mampu istiqomah menjalankan peran masing-masing dengan baik. 

Pelatih dan klub basket kelompok umur, fokus membuat pemain basket yang baik, bukan sekadar mencari kemenangan yang dipaksakan sejak kecil. 

Pemain dan pelatih profesional, fokus dalam mengembangkan diri menjadi lebih baik, membuat jarak nyata antara mereka dengan pemain serta pelatih amatir. Bersaing dengan pihak-pihak luar negeri. Coba mengembangkan karier sampai ke luar negeri. 

Kami, semoga bisa terus menjadi pihak yang menjaga progres dari proses ini. Semoga kami juga bisa terus membantu memberikan informasi yang baik untuk perkembangan basket Indonesia. (DRMK)

Indonesia jawara basket dunia!

Foto: Ariya Kurniawan

Komentar