"Usia tak menjamin kedewasaan."
...
Pepatah lawas itu tampak relevan dalam situasi terbaru IBL. Pada usianya yang menginjak 20 tahun, IBL justru memperlihatkan ketidakdewasaan mereka dengan melanggar aturan mereka sendiri. Ya, ini tentang situasi Agassi Goantara.
Tulisan ini saya tegaskan di depan bukan mengenai sosok Agassi. Tulisan ini saya buat sepenuhnya untuk IBL. Spesial. Karet dua. Atas bagaimana mereka melakukan segala proses mengenai bermainnya Agassi di IBL 2023.
Ya, seperti yang sudah kami unggah di Instagram Mainbasket, IBL punya peraturan yang sangat ketat mengenai pemain dan kompetisi yang boleh mereka ikuti. Dalam aturan tersebut, IBL menyebut bahwa satu pemain hanya boleh bermain di satu kompetisi (IBL) di kurun satu musim, dimulai dari tanggal pengesahan roster.
Agassi tidak memenuhi aturan ini. Ia terdaftar dan terbukti bermain di AD Infante, tim peserta Liga EBA, liga Divisi 4 Spanyol. Agassi bermain dalam 12 dari total 24 gim Infante. Agassi rata-rata tampil 24,1 menit dengan torehan 13,0 poin dan 2,9 rebound per gim. Ia adalah top skor kedua tim setelah Alvaro Bernal yang membukukan 15,0 poin per gim.
Agassi tak sekalipun muncul di IBL sejak Seri 1 Bali yang dimulai tanggal 14 Januari lalu, meski namanya terdaftar di roster Pelita Jaya Bakrie Jakarta. Ia lantas muncul di pertandingan IBL saat Seri 7 Bandung. Sebagai penonton. Hal ini terjadi kurang lebih sepekan sebelum Agassi bermain pada 17 Juni menghadapi Bima Perkasa Yogyakarta.
Artinya, IBL sebenarnya punya waktu satu pekan untuk meninjau kelayakan Agassi untuk bermain di liga. IBL punya waktu satu pekan untuk melihat kelengkapan administrasi Agassi, apakah sudah memenuhi semua syarat untuk bermain di IBL.
Namun, tampaknya itu tak mereka lakukan. Saya bahkan curiga itu tak mereka pikirkan. Pasalnya, status Agassi baru dipersoalkan setelah kami mengunggah situasi ini setelah gim melawan Bima Perkasa. Agassi menyumbang delapan poin di laga debutnya musim ini.
Setelah itu, IBL mengambil langkah "investigasi" dan membekukan status Agassi. Hanya dua hari berselang, IBL datang dengan konklusi bahwa tim Agassi adalah tim amatir dan ia tidak terikat di tim tersebut. Kedua, keikutsertaannya di sana bertujuan untuk menjaga kondisi dan performa atas arahan dari tim pelatih nasional.
Alasan pertama sudah sangat menyalahi aturan yang mereka buat sendiri. Dijelaskan bahwa pemain boleh bermain di kompetisi lain asal mewakili tim nasional Indonesia atau kejuaraan yang dihelat PP Perbasi seperti PON, PORWIL, PRAPON, POMNAS, bahkan Liga Mahasiswa (yang baru terjadi dua tahun terakhir).
Agassi jelas tidak mewakili Indonesia. Kalau mewakili, rekor menang-kalah (11-13) AD Infante akan memmengaruhi poin tim nasional di ranking FIBA. Kalau mewakili tim nasional, maka ada pemain nasional lain di sana, yang faktanya tidak ada. Lalu, sejauh data berbicara, Liga EBA juga bukan liga yang digelar oleh PP Perbasi. Bahkan, dari informasi yang kami himpun melalui wawancara dengan salah satu pemain basket asal Spanyol yang kerap bermain untuk tim Asia Tenggara, Liga EBA adalah liga semi-profesional. "Ada pemain yang dibayar di sana, meski uangnya tak banyak," begitu ujarnya kepada kami via telepon.
Untuk semakin memperburuk situasi ini, IBL melalui tim kode etik yang mereka bentuk, lantas merekomendasikan bahwa Agassi tidak boleh bermain untuk Pelita Jaya sampai lima gim ke depan. Ya, Agassi mendapatkan hukuman larangan bermain lima laga. Ini adalah hal terkonyol dalam pengumuman mereka.
Bagaimana bisa, dalam satu pengumuman yang sama, IBL memastikan bahwa Agassi tidak melanggar aturan IBL tapi tetap mendapat hukuman? Bagaimana bisa, orang yang tidak bersalah mendapatkan hukuman? Mengapa Agassi dilarang bermain di lanjutan liga? Terakhir kali pemain dihukum lima laga adalah Xaverius Prawiro yang memukul pemain lawan pada musim 2018—2019. Agassi datang dan bermain untuk Pelita Jaya dengan damai.
Apa yang IBL lakukan ini bak sebuah akhir yang antiklimaks untuk sebuah cerita panjang satu musim IBL 2023. Untuk saya pribadi, inkonsistensi IBL di sini adalah nila setitik yang benar-benar merusak susu sebelanga secara langsung.
IBL 2023 sejatinya musim yang cukup enak dinikmati. Untuk kali pertama sejak 2016, kita akhirnya disuguhi setidaknya 30 gim per tim. Untuk pertama kali dalam sejarah, IBL diikuti 16 tim! Jumlah terbanyak. Untuk pertama kali dalam sejarah, ada 14 overtime dalam satu musim yang menandakan semakin banyak laga seru, IBL semakin kompetitif.
Di luar Satria Muda, Prawira, dan Pelita Jaya di tiga teratas, semua tim bersaing dengan sangat sengit. Aksi saling balas kemenangan kerap terjadi. Untuk kali pertama sejak 2016, kita memiliki liga yang mayoritas bisa dinikmati secara keseluruhan.
Lantas situasi Agassi membuat semuanya buyar. IBL yang kita kira berubah, ternyata masih sama. Ini menambah buruk fakta beberapa tim juga kesulitan finansial sepanjang musim, utamanya setelah jeda musim dua bulan pada Maret—Mei lalu.
West Bandits Solo terang-terangan kepada kami belum mendapatkan bayaran. Ada beberapa pemain dari beberapa tim lain yang juga bercerita kepada kami mengenai finansial yang tersendat. Hal yang seharusnya juga jadi tanggung jawab liga yang memaksa setiap tim menjadi Perseroan Terbatas pada 2017 lalu.
Ini adalah sebuah situasi yang sangat mengecewakan yang harusnya bisa dihindari. Selayaknya Abraham Damar Grahita pada Prawira, seharusnya Agassi tidak boleh bermain musim ini. Keduanya tercatat sebagai pemain di tim dan liga lain di musim yang sama saat IBL bergulir.
Dengan begini, seolah IBL membuka peluang untuk tim-tim amatir Indonesia untuk merekrut pemain IBL di tengah musim untuk bermain liga tarkam yang kita kenal juga seru. Tinggal bilang saja, "Kita tim amatir, bermain di kompetisi amatir, kita tidak membayar pemain yang bersangkutan," selesai sudah.
IBL seharusnya sadar bahwa pemain adalah aset utama liga mereka. Aturan yang mereka buat sejatinya sudah sangat benar, sudah sangat tepat, kalau dijalankan. Sayangnya, justru aturan yang sangat penting untuk liga sendiri justru mereka langgar. Benar-benar mengecewakan dan sangat disayangkan.
Sekali lagi, Ini bukan tentang Agassi. Ini tentang aturan yang dibuat dan dilanggar sendiri oleh IBL.
Foto: Ariya Kurniawan