Suatu hari menjelang Hari Veteran pada Agustus 2015 lalu, saya duduk di hadapan seorang pejuang di kampung halaman saya di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Kami mengobrol hampir satu jam lamanya. Mungkin lebih. Saya tidak terlalu ingat detilnya. Namun, saya masih ingat dengan benar pesan yang ia sampaikan sebelum kami mengakhiri obrolan.

“Kini giliran yang muda yang mengharumkan nama bangsa,” kata Sang Pejuang itu dalam Bahasa Sunda.

Tiga bulan kemudian, Sang Pejuang mengembuskan nafas terakhirnya, tapi perjuangannya tidak pernah terkubur bersama jasadnya. Semangatnya tentu saja telah ditularkan kepada generasi penerus. Dari hari ke hari, minggu ke minggu, dan tahun ke tahun. Semangat itu harus tetap ada, dan pesannya harus saya sampaikan ke khalayak luas.

Dua tahun kemudian, saya sudah tidak di Jawa Barat. Kebetulan saya mendapat pekerjaan di Surabaya, Jawa Timur. Saat itu, masih dalam kebetulan-kebetulan yang lain, Kota Pahlawan itu sedang merayakan kemenangan mereka. Kemenangan tim sepak bola yang sangat mereka cintai. Persebaya Surabaya baru saja berhasil merengkuh gelar juara Liga 2.

Siang itu, 29 November 2017, saya melihat dengan mata sendiri bagaimana orang-orang Surabaya menyambut para juara. Mereka mengarak para pemain dengan mobil jeep, mengelu-elukan mereka seperti seorang pahlawan. Irfan Jaya, pemain terbaik Liga 2 itu, mendapat sanjungan sebesar-besarnya.

Arak-arakan itu membuat saya teringat pada peristiwa 2014 silam. Saat itu Persib baru saja pulang membawa piala ke Bandung. Mereka berhasil menjadi juara ISL 2014 setelah hampir dua dekade kebanggaan itu tidak pernah mampir ke Kota Kembang. Orang-orang Bandung dan sekitarnya juga menyambut mereka bak seorang pahlawan.

***

Bertolak jauh ke Amerika Sertikat, di sebuah negara bagian bernama Ohio, tepatnya di sebuah kota dengan penduduk yang cukup padat, megabintang NBA LeBron James kembali pulang ke Cleveland. Setelah memutuskan “merantau” ke Miami Heat, pada 2015 ia bergabung kembali dengan klub pertamanya di liga bola basket tertinggi Amerika Serikat.

Di tahun pertama ia kembali, James berhasil membawa Cavaliers menjuarai wilayah Timur. Mereka melaju ke final untuk menghadapi Golden State Warriors. Akan tetapi, sayangnya, kemunculan kembali James tidak menjamin timnya menjuarai NBA tahun itu.

Satu tahun berselang, Cavaliers bertemu lagi dengan Warriors di final. Selama dua musim berturut-turut, kedua klub ini memang sangat kuat. Pertemuan mereka sudah diprediksi jauh-jauh hari. Akan tetapi, di edisi kedua ini, James dkk. justru keluar sebagai juara.

Si Anak Hilang yang pulang kali ini kembali dengan tangan kosong. Ia membawa sebongkah kesenangan, karena ini gelar pertama mereka sepanjang sejarah klub. Ini juga gelar juara pertama di bidang olahraga apapun bagi Cleveland sejak 1964. Maka, tidak heran kalau penduduk kota itu bersuka cita menyambut para pahlawan mereka. Arak-arakan pun menjadi hal lumrah dalam pesta penyambutan juara.

"Gelar ini untuk kalian semua, warga Cleveland," kata James seusai pertandingan seperti dikutip Kompas, Senin 20 Juni 2016.

***

Pada 2015 lalu, publik dikejutkan dengan raihan tim nasional putri bola basket Indonesia di SEA Games ke-28 Singapura. Saat itu, timnas baru saja menyabet medali perak setelah lebih dari dua dekade tidak meraih gelar serupa. Timnas putri mendapat perak terakhir kali pada 1991. Sudah lama sekali. Oleh karena, perolehan medali kali itu menjadi angin segar bagi bola basket perempuan Indonesia.

Saya tidak tahu apakah ada arak-arakan untuk mereka saat pulang ke Indonesia. Akan tetapi, saya tahu bahwa doa-doa kami telah didengar. Kerja keras mereka sudah terbayar. Mereka membuahkan hasil positif yang dapat menjadi fondasi semangat bola basket perempuan di masa depan. Karena ternyata timnas putri bisa berbicara cukup vokal di kancah Asia Tenggara.

Bagi saya, mereka juga merupakan pahlawan. Bukan hanya karena medalinya, tetapi inspirasinya bagi generasi-generasi yang akan datang. Timnas putri saat itu menumbuhkan harapan, memberikan kepercayaan, bahwa perempuan juga bisa maju.

Hal itu pun bukan semata-mata karena asumsi, tetapi juga diketahui lewat obrolan-obrolan dengan segelintir pebasket putri. Karena setiap ada kesempatan berbicara kepada mereka, seringkali saya tanyakan pendapat mereka tentang timnas putri di SEA Games 2015. Kebanyakan dari mereka mengaku kagum dan ingin mengulang prestasi serupa di masa depan.   

Maka, dari peristiwa-peristiwa berbeda itu, saya menyadari satu hal, bahwa pahlawan di era modern ini ternyata banyak ragamnya. Kalau dulu pahlawan adalah mereka yang berperang melawan penjajah, kini sudah tidak begitu. Pesepak bola pun bisa dianggap pahlawan.

Mungkin inilah yang dimaksud mendiang Pejuang di awal cerita tadi tentang “giliran anak muda yang mengharumkan nama bangsa”. Mereka, para pemuda itu, adalah pahlawan-pahlawan baru dalam bentuk yang sama baru. Mereka, para pemuda itu, adalah pahlawan kotanya masing-masing. Mereka, para pemuda itu, mengambil tongkat estafet dari perjuangan-perjuangan yang telah lalu.

Foto: Goal, NBC Sports, Bola

 

Komentar