Sebelumnya, mainbasket.com memberitakan soal kasus sengketa merek dagang yang melibatkan bintang Dallas Mavericks dan ibunya Mirjam Poterbin. Kabarnya ibu Doncic tidak mau mencabut merek "Luka Doncic 7" yang didaftarkan sebagai merek dagang resmi. Ini membuat Doncic tidak bisa mendaftarkan merek yang ingin dikembangkan. Namun ternyata kasus ini tidak sesederhana itu.
Reporter Kyle Jahner dari Bloomerg Law, mencoba menjabarkan duduk perkara sengkata merek dagang ini. Karena, Doncic dianggap sudah menyeret ibunya ke ranah hukum, tapi tidak ada pasal yang bisa dikenakan. Beberapa praktisi hukum malah menyebut bahwa Doncic seharusnya bisa menyelesaikan kasus ini sendiri.
Mula-mula, cerita soal sengketa ini diawali pada tahun 2018. Luka Doncic mengakui bahwa pada tahun tersebut dia mengizinkan ibunya mendaftarkan "Luka Doncic 7" sebagai sebuah merek dagang ke US Patent and Trademark Office. Ternyata tindakan tersebut berbuntut panjang di kemudian hari.
Saat Doncic mempunyai usaha sendiri, dan mendaftarkan merek "Luka Doncic 77", ternyata tidak bisa. Akhirnya Doncic membuat petisi pembatalan merek dagang milik ibunya pada bulan September 2022 kepada Trademark Trial and Appeal Board. Doncic meminta merek dagang "Luka Doncic 7" dicabut. Atau, dianggap sebagai merek dagang palsu, karena tidak mendapatkan persetujuan darinya.
Ironisnya, kasus yang dialami Doncic ini jadi makin rumit kalau dilihat dari latar belakangnya. Dijelaskan oleh pengacara merek dagang Michael D. Hobbs Jr. dari Troutman Pepper Hamilton Sanders LLP, bahwa kasus ini tidak bisa diajukan ke pengadilan. Karena di Amerika Serikat sudah banyak kasus semacam ini. Atlet pelajar atau mereka yang belum cukup umur, namun punya potensi bagus, sudah didaftarkan namanya sebagai merek dagang oleh orang tua atau agennya. Pada awalnya mereka tidak peduli, tapi akan bermasalah di kemudian hari.
"Banyak sengketa seperti ini yang tiba-tiba masuk ranah hukum. Karena mereka (para atlet muda) tidak mempertimbangkan, apakah mereka bisa mencabut merek dagang yang disetujui oleh yang bersangkutan," kata Michael D. Hoobs.
Foto: Ekipa - Svet24
Situasi ini sebenarnya juga dialami oleh Luka Doncic. Pada usia 13 tahun, dia menandatangani kontrak dengan Real Madrid, lalu melakukan debut profesional di usia 16 tahun. Doncic mengandalkan ibunya untuk mengurusi hal di luar lapangan basket. Termasuk soal sponsor dan lain-lain. Kemudian Doncic direkrut Dallas Mavericks hingga mendapatkan status bintang di NBA.
Pada akhir musim 2021, Doncic menandatangani perpanjangan kontrak senilai AS$207 juta. Untuk menambah kekayaannya, Doncic ingin membuka usaha sendiri, dan membuat merek sendiri atas namanya. Doncic mendirikan Luka99Inc., untuk membuat produk sendiri. Dia juga mengajukan tiga merek dagang termasuk "Luka Doncic 77". Namun ternyata, merek tersebut tidak bisa didaftarkan karena sudah ada yang memiliki, yaitu ibunya sendiri. Meski berbeda jumlah angka 7 di belakang, namun ternyata tidak bisa didaftarkan dengan indikasi adanya kebingungan konsumen.
Ada beberapa poin penting dalam tuntutan Doncic. Pertama dia ingin agar hak paten atas "Luka Doncic 7" kembali menjadi miliknya. Kalau tidak bisa, maka Doncic menuntut agar produk yang memiliki merek "Luka Doncic 7" tidak bisa beredar, termasuk di Amerika Serikat. Kedua, Doncic meminta bahwa perusahaan yang memproduksi merek "Luka Doncic 7" dianggap sebagai barang palsu. Alasannya, karena memakai nama orang sebagai merek, tanpa persetujuan orang yang bersangkutan.
"Ini adalah kasus yang aneh," kata pengacara merek dagang Eric T. Fingerhut dari Dykema Gossett PLLC. "Saya tidak pernah mendengar ada merek dagang yang dicabut oleh pemiliknya sendiri. Tetapi melihat fakta hukum, maka saya berpikir Doncic akan menang dalam kasus ini."
Foto: siol.net
Sebaliknya, pengacara merek dagang Virginia Wolk Marino dari Crowell & Moring LLP mengatakan bahwa atlet muda harus mendapatkan panduan dalam hal seerti ini. Mereka harus didampingi orang tua atau agen, dalam hal publisitas dan masalah merek dagang. Kalau akhirnya mereka sudah dewasa dan mengenal sisi bisnis, maka komunikasi dengan orang tua dan agen yang paling utama.
"Saya berani berkata bahwa ini hanya masalah komunikasi yang kurang bagus. Karena tidak ada undang-undang yang mengatur soal penarikan merek dagang. Apalagi dengan dasar persetujuan dari pemilik nama yang didaftarkan," kata Marino.
Sementara itu, titik terang dari kasus ini bisa didapatkan dari penjelasan profesor hukum kekayaan intelektual Mary LaFrance dari University of Nevada di Las Vegas. Meski dirinya juga ragu soal undang-undang yang mengatur pencabutan merek dagang ini. Menurut LaFrance, sifat perjanjian antara Doncic dan ibunya menjadi kunci dalam kasus ini.
"Kurangnya detail kontrak dalam kasus ini sering menjadi pangkal permasalahannya. Karena tidak jelas apakah dulu ada kontrak tertulis antara Doncic dan ibunya pada saat namanya didaftarkan. Sebenarnya pembatalan ini bisa dilakukan, karena pihak Mirjam Poterbin belum membuat produk. Hanya ada namanya saja," ungkap LaFrance.
Saat ini masih ada peninjauan ulang tentang klausul perjanjian pendaftaran merek dagang. Apakah pada saat mendaftar, ada pasal yang mengatakan kalau Doncic bisa memilikinya setelah beberapa tahun, atau dalam hal ini dikembalikan kepada pemilik nama. Kalau memang tidak ada, maka hanya Luka Doncic dan ibunya yang bisa menyelesaikan kasus ini. (*)
Foto: AS USA - Diario AS