Indonesian Basketball League (IBL) 2022 semakin mendekati akhir. Kini, seluruh tim IBL hanya menyisakan maksimal tiga gim sebelum musim berakhir. Sejauh ini pula, sudah ada empat tim yang mengunci posisi playoff dan ada empat tim lain yang dipastikan tidak lolos. Plus satu Indonesia Patriots yang sudah pasti tak ikut ke playoff.

Di tengah hiruk-pikuk persaingan playoff ini, pandangan saya pribadi tertuju kepada dua nama. Dua garda muda Indonesia yang tampil solid dalam tujuh gim terakhir mereka. Dua pemain itu adalah Yesaya Saudale dan Yudha Saputera, dua nama dengan inisial yang sama.

Keduanya menunjukkan performa yang cukup menyegarkan. Di tengah banyaknya garda yang fokus untuk menjadi pencetak angka, dua pemain yang musim lalu tergabung di program Indonesia Patriots pertama ini justru semakin "merekah" sebagai fasilitator.

Dalam tujuh gim terakhir keduanya, total asis mereka nyaris identik. Yudha menorehkan 49 asis sedangkan Yesaya 50 asis. Secara rata, maka keduanya menghasilkan setidaknya tujuh asis per gim. Ini jadi kali pertama dalam sejarah basket Indonesia sejak statistik tercatat (NBL 2010), ada dua pemain yang memiliki rataan setidaknya 7,0 asis per gim dalam tujuh gim. 

Lebih istimewa lagi, keduanya belum berusia 25 tahun. Yudha tahun ini akan berusia 24 tahun sedangkan Yesaya baru menginjak 22 tahun. Keduanya juga masuk kategori ruki musim ini meski musim lalu bermain dengan Patriots. 

Khusus Yesaya, saya belum tahu apakah statusnya akan berubah begitu ia merapat ke Patriots. Apalagi, Yesaya belum sekalipun turun dengan seragam Pelita Jaya Bakrie Jakarta.

Kedua pemain ini memiliki kemampuan membaca situasi bertahan lawan yang cukup bagus. Hal ini terlihat dari beberapa umpan yang mereka lepaskan setelah melihat adanya reaksi dari pertahanan lawan. 

Pun demikian, masih ada catatan penting yang harus diperhatikan, utamanya untuk Yesaya. Catatan 50 asis memang luar biasa, tapi 44 turnover juga bisa membuat kemenangan yang harusnya bisa didapatkan jadi menghilang.

Ya, turnover adalah satu dari empat faktor permainan yang bisa mempengaruhi peluang kemenangan. Catatan 44 turnover membuat rasio asis to turnover Yesaya hanya di angka 1,14. Artinya, dalam setiap satu asis, Yesaya akan kemudian membuat satu turnover. 

Meski begitu, ini hanyalah angka yang memudahkan. Kita perlu membedah lagi setiap gim dari tujuh gim Yesaya untuk melihat bagaimana turnover itu terjadi. Apakah karena umpan yang buruk, atau rekan yang tak ada di posisi? Apakah terjadi karena tekanan tinggi lawan atau hal lain?

Untuk Yudha sendiri, rasio asis to turnovernya lebih baik di angka 3,06. Di tiga dari tujuh gim terakhirnya, Yudha membuat tak lebih dari satu turnover. Satu dari tujuh gim tersebut, Yudha bahkan tak membuat turnover, sebuah catatan yang luar biasa. Apalagi jika mengingat menit bermainnya yang cukup tinggi.

Namun, sekali lagi angka-angka ini memang tak bisa berbohong tapi tak juga bisa menceritakan segalanya. Yudha dan Yesaya ada di situasi cukup berbeda. Yudha dikelilingi veteran, bahkan berduet dengan pemain terbaik Indonesia sekarang, Abraham Grahita. Ini harus diakui cukup memudahkannya dalam mengalirkan bola.

Sebaliknya, Yesaya dikelilingi mayoritas pemain yang bahkan baru memulai perjalanan mereka di IBL. Beberapa bahkan terlihat sangat gugup di lapangan dan jelas membuat peluang terjadinya turnover semakin tinggi.

Tulisan ini tak bertujuan untuk membandingkan keduanya. Tulisan ini adalah apresiasi saya untuk kedua pemain ini. Sekali lagi, menjadi fasilitator di basket era sekarang, apalagi di Indonesia bukanlah hal mudah dan keduanya mampu menjalankan itu dengan cukup baik, setidaknya dalam tujuh gim terakhir.

Saya harap, keduanya terus punya semangat untuk terus bertumbuh lebih baik lagi. Semangat untuk menjadi yang terbaik, menjadi pemain terbaik di Indonesia dan siap menatap liga luar negeri jika memang tak ada lagi lawan di sini. Saya harap, keduanya tidak pernah puas atas apa yang mereka capai. Menikmatinya untuk beberapa saat boleh, tapi jangan sampai terlena.

Satu lagi, saya juga berharap Yesaya, Hendrick Yonga, dan Kelvin Sanjaya tak lagi dilibatkan dalam situasi sulit seperti sekarang. "Di Patriots, mereka bisa dapat menit bermain yang lebih banyak."

Ini adalah sebuah bias yang berbahaya. Ketiganya sudah terlalu dominan jika harus bersaing dengan para pemain Patriots lainnya. Hasilnya, ya memang Patriots akan bergantung kepada mereka bertiga dan statistik mereka tampak luar biasa.

Namun, mayoritas pemain menjadi lebih baik di sesi latihan. Jika situasi ideal, tidak dengan jadwal yang padat ini, latihan dua kali sehari yang mereka lakoni adalah faktor terpenting dalam perkembangan karier mereka.

Berlatih dengan Andakara Prastawa, Reggie Mononimbar, ditambah dua sosok pemain asing akan membuat Yesaya dan Hendrick tahu apa kekurangan mereka, pengalaman apa yang belum mereka punya. Lebih enaknya lagi, dua kali sehari mereka menjalani itu, dobel pengalaman yang masuk di alam bawah sadar mereka.

Pun dengan Kelvin. Perkembangan ketangkasannya akan lebih baik dengan menghadapi Elijah Foster dan Arki Dikania Wisnu sebanyak dua kali dalam sehari. Ia akan semakin siap menghadapi gelaran internasional yang ditujukan untuknya di masa mendatang. 

Yudha adalah contoh nyata dari itu semua. Ya, Yudha memang pemain terbaik Patriots musim lalu, tapi lihat perkembangannya bersama Prawira. Lihat caranya mengambil keputusan sekarang. Semuanya jelas meningkat dari musim lalu.

Hal seperti ini pula yang terjadi dengan Luka Doncic. Di usia 13 tahun, ia sudah keluar dari Slovenia ke Spanyol, tanpa bisa bahasa Spanyol. Di usia 16 tahun, ia bermain dengan tim profesional Real Madrid. Di usia 17 tahun, Luka jadi juara EuroBasket dan MVP EuroLeague. Sekarang, 23 tahun, Luka adalah salah satu pemain terbaik di dunia. 

Foto: Hariyanto

 

Komentar