Di laga ke-2.030-nya di NBA, Gregg Popovich mengukir sejarah. Kemenangan 104-102 San Antonio Spurs atas Utah Jazz jadi kemenangan ke-1.336 pelatih yang akrab disapa Pop ini. Jumlah ini jadi yang terbanyak dalam sejarah NBA. Pop menggeser nama Don Nelson yang memegang rekor yang sama sejak 2010.

Hebatnya lagi, catatan jumlah gim tersebut jadi yang terendah. Sebelumnya, Lenny Wilkens butuh 2.487 gim untuk meraih 1.332 kemenangan. Don sendiri butuh 2.398 gim sebelum meraih 1.335 kemenangan, jumlah yang dilewati Pop hari ini. Pop juga baru memainkan musim ke-26 di kariernya, saat Lenny dan Don butuh lebih dari 30 musim untuk mencapai catatan-catatan mereka.

Sebelum menjadi pelatih dengan kemenangan terbanyak, Pop sudah mendapatkan kehormatan lain pada Februari lalu. Pop dinobatkan sebagai satu dari 15 pelatih terbaik sepanjang sejarah NBA. Hanya ada nama Steve Kerr, Doc Rivers, dan Erik Spoelstra yang tercatat sebagai pelatih aktif yang masuk dalam daftar ini.

Sedikit mengingatkan, Pop sudah mengantongi lima gelar juara sepanjang kariernya yang seluruhnya ia habiskan dengan Spurs. Ia juga membawa pulang gelar pelatih terbaik tahunan, Coach of The Year, sebanyak tiga kali.

Lebih hebat lagi, Pop sampai sekarang adalah pemegang sejarah pelatih dengan rekor kemenangan reguler musim beruntun terbanyak. Total 22 musim beruntun ( Spurs selalu ia bawa meraih lebih banyak kemenangan timbang kekalahan. Di 22 musim itu pula Spurs lolos ke playoff secara beruntun. Keduanya adalah rekor NBA sampai sekarang.

Tak sekadar kemenangan, untuk saya pribadi, peran Pop di basket utamanya NBA sangatlah besar. Namun, tanpa kemenangan ini pula, mungkin tak banyak yang akan mengakui Pop. Ya, kemenangan ini seolah seabagai bukti nyata bahwa Pop adalah salah satu individu terpenting di perkembangan basket sekali lagi, khususnya di NBA dan umumnya di dunia.

Bersama Pop kita melihat deretan pemain datang sebagai pemain muda, beberapa diantaranya bahkan tak cukup dikenal, dan pergi sebagai seorang legenda. Pemain seperti Tim Duncan, David Robinson, dan Sean Elliot adalah barisan yang sudah punya nama sebelum masuk ke NBA. Sedangkan pemain seperti Tony Parker, Manu Ginobili, Tiago Splitter, hingga Luis Scola adalah deretan nama dari antah-berantah yang lantas dipoles menjadi pemain penting hingga legenda NBA.

Pengaruh Pop juga menyebar ke seantero NBA. Secara langsung, tercatat ada enam kepala pelatih tim NBA yang pernah berada di bawah arahan langsung Pop, baik sebagai asisten pelatih, pemain, atau bahkan keduanya. Mereka adalah Mike Budenholzer, James Borrego, Steve Kerr, Monty Williams, Doc Rivers, dan Ime Udoka.

Jika ditelusuri lebih dalam lagi, ada enam pelatih lain yang juga pernah terlibat setidaknya dalam satu musim dengan Pop, sekali lagi entah menjadi asisten pelatih atau pemain. Mereka adalah Alvin Gentry, Taylor Jenkins, Willie Green, Jamahl Mosley, dan Mike Malone. Pelatih Jazz yang hari ini diklahkan oleh Pop pun masih punya sangkut-paut dengannya. Quin Snyder tercatat pernah menangani tim G League Spurs, Austin Toros, selama tiga musim (2007—2010).

Berkecimpung cukup lama di dunia kepelatihan, kini bahkan gelombang ketiga dari “pohon kepelatihan” Pop sudah mulai muncul di NBA. Wes Unseld (Washington Wizards) dan Chris Finch (Minnesota Timberwolves), pernah menjadi asisten pelatih dari Mike Malone. Tom Thibodeau yang kondang juga mengawali kariernya sebagai asisten dari Doc Rivers. Terakhir, perpanjangan tangan Pop juga akan sampai ke WNBA seiring dengan diangkatnya Becky Hammond sebagai Kepala Pelatih Las Vegas Aces.

Saya pribadi sampai sekarang masih percaya bahwa permainan tim terindah yang pernah ada ditunjukkan oleh Spurs pada tahun 2014. Hanya setahun setelah gelar juara mereka digagalkan oleh tripoin Ray Allen, Pop dan Spurs datang dengan gaya bermain yang sangat indah. Pergerakan bola, pergerakan pemain, semuanya seolah tertata dengan rapi.

Di musim itu pula, tampaknya kita tak melihat Spurs benar-benar memiliki bintang. Semua pemain mereka tampak seperti bintang. Bahkan, Patty Mills yang kala itu datang dari bangku cadangan berhasil mendominasi Miami Heat di gim terakhir Final NBA 2014. Gim tersebut sampai sekarang masih jadi salah satu gim paling menarik yang pernah saya lihat.

Atas semua ini, Pop memang sudah tak punya apa-apa lagi untuk dibuktikan. Ia bisa saja memutuskan pensiun esok hari tanpa ada beban apa-apa. Apalagi, ia juga berhasil meraih medali emas Olimpiade 2020 Tokyo lalu. Satu-satunya catatan minor Pop ada di Piala Dunia FIBA 2019, namun hal itu masih bisa dimaklumi mengingat Amerika Serikat turun dengan skuat lapis kedua mereka.

Pertanyaannya kini, sanggupkah Spurs bertahan tanpa Pop? Dalam dua musim terakhir, Pop dan Spurs sendiri fokus pada pembangunan ulang skuat. Melepas DeMar DeRozan, Derrick White, hingga Patty Mills adalah bukti bahwa Spurs ingin mencari wajah baru untuk organisasi mereka, sampai 10 tahun ke depan mungkin.

Namun, bukan tidak mungkin hal ini pula yang akan membuat Pop belum mau berhenti. Pop mungkin saja ingin mengejar satu hal lagi untuk melengkapi keabadiannya dan semakin membuatnya menjauh dari kejaran yang lain. Satu hal itu adalah menjadi juara di empat dekade yang berbeda. Jika ini tercapai, Gregg Charles Popovich bisa menikmati masa pensiunnya dengan indah dan penuh kisah manis. Hormat kami, Coach Pop!

Foto: NBA

Komentar