Kasus pengaturan skor (match fixing) kembali terjadi di Indonesia. Direktur IBL dan Perbasi sudah menyebutkan enam nama yang menjadi pelaku match fixing ini. Lima di antaranya adalah pemain Pacific Caesar Surabaya dan satu lainnya adalah pemain Bali United Basketball.

Aga Siedarta Wismaya, Yoseph Wijaya, Jorge Gabriel Senduk, dan Muhammad Nur Aziz Wardana adalah empat nama yang kerap mengisi posisi utama untuk Pacific. Sedangkan Arisanda Djauharie lebih banyak memulai gim dari bangku cadangan. Yerikho Tuasela adalah pemain Bali United untuk musim 2021. Sebelumnya, ia membela Pacific.

Melihat lima pemain Pacific ada di sana, kami menghubungi Direktur Pacific Irsan Pribadi Susanto untuk menjelaskan lebih rinci kronologi kejadian ini. Melalui sambungan telepon, Irsan menjelaskan semuanya dengan cukup rinci.

"Kalau bicara mengenai kecurigaan sebenarnya bisa dibilang kami sudah lama curiga bahwa ada praktik match fixing dari pemain. Namun, untuk membuktikannya, mendapatkan barang bukti, bukan hal mudah," terang Irsan. 

"Untuk kasus kali ini, mulainya bisa dibilang sejak awal musim. Waktu itu, ada akun Instagram tidak dikenal yang mengirim pesan ke akun Pacific untuk menawarkan match fixing. Lalu, ada juga orang asing yang telepon ke saya dan menawarkan hal serupa. Semuanya tentu kami tolak. Namun, dari sini saya punya firasat buruk dan langsung bilang ke manajer untuk hati-hati serta menjaga para pemain sepanjang musim."

Firasat Irsan semakin menguat melihat gim-gim awal Pacific di mana tin mereka kalah berantakan. Menurutnya, banyak cara bermain yang tak wajar dari pemain. Manajer Pacific kala itu, Ade Nopriansyah, yang menemani tim setiap hari pun merasakan hal yang sama. Usai konsultasi, Irsan mengarahkan Ade untuk membuat laporan ke IBL sekaligus terus berupaya mencari bukti. 

"Masih dalam proses mengumpulkan bukti, salah satu pemain ruki kami bercerita kepada saya dan Ade bahwa ia tidak nyaman di tim karena ia ditawari untuk melakukan match fixing oleh Aga. Pemain ini menolak tawaran itu," lanjut Irsan.

Ade lantas mendapatkan kabar dari seorang rekannya yang merupakan bagian dari kelompok supporter bola di Surabaya. Menariknya, meski tak mengikuti basket, sosok ini bisa menebak selisih kekalahan Pacific di gim selanjutnya. 

Pihak ini pula yang membantu Pacific untuk mendapatkan bukti berupa tangkapan layar kesepakatan bandar dengan pemain Pacific. Setelahnya, Irsan juga berhasil mendapatkan bukti transfer uang kepada pemain yang terlibat. Semua ini terjadi saat musim masih berlangsung di "gelembung" IBL, Cisarua, Bogor.

"Selesai musim, kami panggil satu per satu pemain ke kantor. Dari lima pemain yang terlibat, tiga di antaranya langsung mengaku. Dua sisanya sempat tidak mengakui, namun karena teman-temannya sudah mengaku, akhirnya mengaku juga. Pemain-pemain yang tidak terlibat juga menguatkan adanya praktik match fixing ini."

"Pemain-pemain yang tidak terlibat ini cerita bahwa mereka kerap dimarahi atau diomeli saat bermain bagus. Buruknya lagi, pelaku-pelaku ini juga mengadu domba tim. Mereka bilang ke pemain yang tidak terlibat bahwa awalnya pelatih juga ikut terlibat, lalu manajer, sampai akhirnya manajemen, saya dan ayah saya juga dibilang ikut bermain," imbuh Irsan. 

"Karena mereka sudah bawa-bawa nama ayah saya, saya pun langsung bawa hal ini ke IBL lengkap dengan semua buktinya. Mereka pun dipanggil IBL dan mengaku lebih detail lagi di sana. Semua bukti percakapan serta transfer uang ada. Di sana pula terbongkar bahwa penghubung dari pemain-pemain ini dengan bandar adalah Yerikho. Untuk yang mengatur tim Pacific sendiri kepalanya adalah Aga."

Rangkaian pengakuan ini terjadi secara langsung tatap muka di beberapa kesempatan. Pertemuan digelar di kantor Perbasi pusat Jakarta. Aga dan Aziz Wardana selalu datang di setiap pertemuan sedangkan sisanya tidak selalu hadir namun sudah mengaku dan membubuhkan tanda tangan atas pernyataan mereka.

Irsan mengapresiasi tinggi dukungan dari pemain Pacific lain yang membuatnya maju dan mengungkapkan hal ini ke publik. "Pemain-pemain yang tidak terlibat memberikan dukungan yang besar ke saya untuk membongkar hal ini. Mereka sendiri merasa harusnya tim ini bisa berprestasi lebih baik jika match fixing tidak ada."

Terakhir, Irsan berharap bahwa ini bisa jadi kasus terakhir di basket Indonesia. "Sebenarnya masalah match fixing sudah terjadi sejak lama, namun mendapatkan bukti adanya kejadian ini bukanlah hal mudah. Kami berharap tidak ada lagi kejadian yang mencoreng sportivitas basket Indonesia seperti ini," pungkasnya. (DRMK)

Foto: IBL Indonesia/Harianto

 

Komentar