LeBron James menolak berbicara dengan Enes Kanter, pekan lalu, sebelum laga Los Angeles Lakers melawan Boston Celtics di TD Garden. Alasannya sudah jelas bahwa Kanter sudah ikut campur dalam ranah politik negara lain, terutama protes soal apa yang terjadi di Tiongkok. LeBron sepertinya tahu bahwa apa yang dilakukan Kanter bisa mengguncang NBA dan bisnisnya.
Pada tahun 2019, James pernah menolak berbicara dengan Daryl Morey (saat itu manajer Houston Rockets). Ini setelah Morey mengunggah dukungan untuk kemerdekaan Hong Kong di akun Twitter pribadinya. Meski akhirnya Morey menghapus unggahan tersebut, namun sudah terlanjur menimbulkan gejolak antara komunitas NBA dan Tiongkok.
Karena ulah Morey tersebut, NBA harus berjuang mati-matian untuk mendapatkan kepercayaan dari Tiongkok. Sebab, komentar Morey tersebut membuat NBA merugi. Ketika Tiongkok tidak menayangkan pertandingan mereka, NBA mengalami kerugian sekitar AS$200 juta atau setara dengan 2,8 triliun rupiah. Sementara peristiwa tersebut juga berpengaruh ke bisnis penjualan produk-produk olahraga. LeBron dan Nike juga ikut mengalami kerugian.
Belajar dari kasus yang terjadi tahun 2019, tampaknya NBA serta rekan-rekan bisnisnya harus berhati-hati dengan masalah yang berkaitan dengan Tiongkok. Beberapa bulan terakhir, pemain Celtics Enes Kanter terus melancarkan kritik politik untuk Tiongkok. Baru-baru ini dia mengusulkan boikot Olimpiade musim dingin 2022 di Tiongkok. Dia juga mengenakan kaus bertuliskan "Bebaskan Tibet, Bebaskan Taiwan, Bebaskan Hong Kong".
(Sumber foto: Reddit)
Tak hanya itu, Kanter juga menggunakan sepatu sebagai alat protes. Ini tentu sangat berpengaruh pada bisnis Nike, yang kita tahu bahwa salah satu duta utamanya adalah LeBron James. Dikutip dari kcby.com, LeBron mengatakan kalau Kanter sedang memanfaatkan dirinya. "Dia (Enes Kanter), mencoba menggunakan nama saya untuk menciptakan pengaruh yang lebih besar, untuk kepentingannya sendiri," kata LeBron.
LeBron harus hati-hati kalau bersinggungan dengan Tiongkok. Terutama ketika Kanter sudah membawa-bawa nama Nike dalam protesnya. Karena LeBron sendiri memperoleh pendapatan sekitar AS$30 juta atau setara 429 miliar rupiah setiap tahun dari Nike. Sementara pendapatan untuk penjualan produk Nike yang berkaitan dengan NBA di wilayah Tiongkok secara keseluruhan menembus AS$6,6 miliar atau senilai 94,4 triliun rupiah.
(Sumber foto: Nike)
Jadi sudah jelas, bahwa Tiongkok punya pengaruh yang besar untuk NBA dan bisnis turunannya. NBA juga harus berhati-hati dalam menyikapi penyataan-pernyataan bintangnya, terutama yang menyangkut isu-isu politik negara lain. Saat ini, NBA dan Nike memilih bungkam dengan aksi-aksi yang dilancarkan Kanter. Mereka tidak ingin peristiwa tahun 2019 terulang kembali.
Bagaimana Tiongkok Memiliki Pengaruh Besar di NBA?
Menurut data yang dihimpun Yahoo!Finance, pasar Tiongkok sudah menyumbang 10 persen dari pendapatan NBA secra keseluruhan. Dan, sebenarnya angka tersebut terus tumbuh sebelum komentar Daryl Morey tentang Tiongkok yang membuat hubungan antara NBA dan Tiongkok retak.
Awalnya, NBA melihat Tiongkok sebagai bagian dari pasar masa depan, dan sekaligus sebagai penyumbang untuk keuangan mereka. NBA memiliki dua mitra besar di Tiongkok yaitu Alibaba (BABA) dan Tencent (TCEHY). Dua perusahaan teknologi terbesar Tiongkok berdasarkan kapitalisasi pasar. NBA sudah meningkatkan kesepakatan kedua mitra tersebut, sebelum Daryl Morey mengacaukannya di tahun 2019.
Alibaba termasuk perusahaan yang memegang lisensi merchandise NBA di situs e-commerce. Meski Alibaba sendiri sudah menjual lisensi merchandise NBA di Tmall sejak 2012. Namun NBA tidak ikut campur dalam masalah ini. Karena dengan adanya Alibaba Tmall, Taobao, dan Youku, maka NBA bisa menjual merchandise kepada 700 juta konsumen Tiongkok.
Kemudian eksekutif Alibaba Joe Tsai membeli Brooklyn Nets, yang secara langsung memberi nilai tambah untuk klub tersebut senilai AS$2,35 miliar. Kemungkinan harga tersebut sudah naik di tahun 2020. Karena Nets termasuk tim yang punya nilai jual tinggi, dengan adanya bintang-bintang seperti Kevin Durant, James Harden, dan Kyrie Irving.
Sementara itu, Tencent telah menjadi mitra digital resmi NBA di Tiongkok sejak 2015. Perpanjangan kesepakatan dengan Tencent mencakup siaran langsung pertandingan. Tencent juga menjadi penyedia eksklusif NBA League Pass di Tiongkok, ditambah konten video tambahan di daftar situs Tencent yang ekstensif dan aplikasi, termasuk QQ, WeChat, dan Weishi (Vine versi Tencent).
NBA sendiri mengatakan bahwa 490 juta penggemar Tiongkok menonton pertandingan melalui Tencent selama musim 2018-2019. Jumlah tersebut sempat turun drastis di tahun 2019 hingga 2020. Namun saat Tiongkok mulai membuka diri untuk NBA, Enes Kanter berpeluang jadi pengacau. Padahal pada tahun 2019 lalu, NBA mengumumkan bahwa kesepakatan dengan Tencent nilainya di kisaran AS$1,5 miliar selama lima tahun (sampai 2024).
Sementara itu, Gordon Chang, penulis buku "The Coming Collapse of China," pada tahun 2019 mengatakan bahwa tidak mengherankan NBA dan bisnis turunannya terguncang ketika ada yang mengganggu. Dalam hal ini adalah orang-orang di komunitas NBA yang mencoba mencampuri ranah politik negara lain.
"Tiongkok adalah negara militan, dan siapa pun yang menyentuh negara militan itu, maka akan menerima risiko atas perbuatannya. Jadi sebenarnya ada risiko reputasi untuk NBA ketika mereka bekerjasama dengan Tiongkok. Tetapi NBA juga tahu bahwa mereka bakal punya keuntungan finansial dalam jangka pendek. Jadi siapa pun yang mengharapkan NBA untuk melawan Tiongkok, itu tidak realistis," kata Chang, dikutip dari Yahoo!Finance.
Tiongkok memiliki jumlah penduduk sekitar 1,3 miliar orang, dan NBA mengatakan 500 juta di antaranya adalah penggemar liga. Inilah gambaran mengapa Tiongkok sangat berpengaruh di NBA. (tor)
Foto: Yahoo!Sports