Beberapa waktu lalu, saya merasa diuji oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan. Beliau banyak menanyai saya tentang situasi dan kondisi olahraga di tanah air. Bukan hanya itu, beliau juga menanyai apa menurut saya solusinya.

Saya sangat suka cara diskusi itu. Bukan sekadar mendengar saja. Bukan juga sekadar bicara sendirian. Saya merasa seperti menghadapi seorang dosen penguji!

Saya tidak akan menjabarkan secara panjang lebar apa saja yang saya sampaikan. Tapi saya ingin menyampaikan garis besar jawaban saya.

Menurut saya, sistem olahraga kita harus disimplifikasi. Badan-badan organisasinya harus disimplifikasi. Penganggarannya harus diutamakan ke federasi-federasi, yang memang langsung menangani olahraganya masing-masing. Namun, KPI-nya harus diubah. Penilaian utama harus dari jumlah kompetisi, atau jumlah pertandingan, yang mereka hasilkan. Intinya, seberapa banyak "panggung" yang mereka naungi dan bantu besarkan.

Saya tegaskan, semakin banyak panggung, maka atlet-atletnya akan semakin banyak bermunculan. Semakin banyak yang ingin tampil di panggung-panggung itu, lalu ingin meraih prestasi lewat panggung-panggung itu.

Dari situ, akan muncul bintang-bintangnya, yang kemudian akan memberi kontribusi penting untuk prestasi nasional.

Karena saya selalu percaya, untuk berkembang, kita harus fokus ke meningkatkan jumlah partisipasi. Karena prestasi hanyalah ongkos dan ongkos yang tak ada habisnya. Semakin banyak partisipasi, maka partisipasi itu nantinya akan membantu membiayai prestasi.

Dan saat berbicara itu, saya merasa sangat pede. Karena saya sudah punya buktinya. Yaitu kompetisi basket pelajar DBL, yang sudah kami kembangkan sejak 2004.

Momen sekarang juga pas untuk menunjukkan bukti itu. Yaitu dengan berlangsungnya PON di Papua sekarang.

DBL Indonesia punya andil besar di cabor basket di PON Papua. Menurut statistik yang dikumpulkan teman-teman, sebanyak 63 persen pemain basket yang tampil di PON Papua adalah alumnus DBL.

Mereka bukan hanya mendominasi dari segi jumlah, mereka juga memberi warna luar biasa dari kompetisi yang berlangsung. Minimal, saya bisa menjadikan PON Papua sebagai bukti pentingnya konsistensi penyelenggaraan kompetisi di tingkat remaja. Bukan sekadar menghasilkan pemain, tapi menghasilkan pemain dalam jumlah banyak dan tersebar merata.

Total ada 15 provinsi yang bertanding di cabor basket PON Papua. Baik basket tradisional 5x5 maupun yang 3x3. Alumnus DBL total ada 143 orang, memperkuat 14 provinsi. Satu-satunya yang bukan hanyalah Bangka Belitung. Itu pun karena DBL belum melebar sampai ke provinsi tersebut (ekspansi terhadang pandemi).

Jumlah putra dan putri pun tersebar hampir imbang. Mereka alumnus DBL angkatan 2013 hingga 2019. Bukan sekadar bertanding di DBL, begitu banyak merupakan bintang-bintang utama liga yang kami awali pada 2004 tersebut.

Tercatat ada 47 alumnus DBL Indonesia All-Star tampil di PON Papua. Mereka ini pernah ikut program camp kami sampai terbang dan berlatih/belajar di Amerika Serikat. Termasuk berlatih di Mamba Academy, program basketnya legenda NBA yang baru-baru ini meninggal, Kobe Bryant.

Yang membuat saya bangga, program-program itu semua murni swasta, tidak ada dana dari pemerintah.

Dan ini belum menyebut pelatih-pelatihnya. Tidak sedikit yang meniti karir dan meraih sukses berkat pengalaman melatih di DBL.

Bagi penggemar basket, beberapa hasil di PON Papua ini mungkin mengejutkan. Misalnya, tim putra Sulawesi Utara (Sulut) sempat mengalahkan tim putra Jawa Timur (Jatim). Lalu, tim putri Sulawesi Selatan (Sulsel) sempat menundukkan DKI Jakarta.

Buat saya, dan teman-teman di manajemen DBL, hasil-hasil itu tidak terlalu mengejutkan. Karena kami tahu siapa saja yang bermain di tim-tim tersebut.

Di tim putra Sulut misalnya, ada banyak pemain hebat di sana. Yang menonjol di PON Papua adalah Fernando Manansang. Dan waktu di DBL Camp beberapa tahun lalu, Fernando sudah sangat menonjol. Bahkan oleh pelatih-pelatih camp kami dari World Basketball Academy (WBA) Australia, Fernando sempat dipilih sebagai MVP (pemain terbaik) DBL Camp. Dia pun dapat kesempatan dua kali ikut DBL Indonesia All-Star, terbang ke Amerika (2018-2019).

Saya sendiri termasuk paling suka kalau harus terbang ke Manado untuk melihat kompetisi DBL di sana. Walau gedung pertandingannya relatif kecil dan kurang baik, antusiasme peserta dan penontonnya termasuk yang paling heboh se-Indonesia.

Di mana ada antusiasme, di situ akan muncul banyak partisipan serius. Dari banyaknya partisipan serius, pada akhirnya akan muncul bintang yang bersinar. Itu hukum alam sederhana. Menegaskan pendapat saya di awal tulisan ini.

Kemudian dari tim putri Sulsel, ada berlian bernama Ummil Azmi, alumnus DBL Indonesia All-Star 2016. Performa menggilanya benar-benar mengejutkan arena basket PON. Ketika tim Sulsel mengalahkan DKI Jakarta 66-56. Ummil juga menjadi top scorer dan top rebounder di PON Papua ini.


Ummil Azmi (kanan) ketika membela tim Sulsel mengalahkan DKI Jakarta.

Ketika tulisan ini dibuat, cabor basket di PON Papua memang belum berakhir. Namun sudah ada satu kepastian: Bintang alumnus DBL akan mengantarkan tim mana pun yang merebut medali emas.

Saya memang warga Surabaya, warga Jawa Timur. Dan tentu dalam hati saya ingin melihat Jatim meraih hasil maksimal. Tapi, di sisi lain, siapa pun yang juara saya tetap bangga. Dan merasa segala upaya seluruh personel DBL selama bertahun-tahun ini ada efeknya untuk olahraga nasional.

Sejauh ini, hanya DBL yang paling konsisten menyelenggarakan kompetisi di wilayah sebanyak mungkin di Indonesia. Selama belasan tahun dengan standar dan regulasi yang konsisten.

Efeknya sebenarnya sudah ada sejak lama. Begitu banyak, bahkan mayoritas pemain timnas, pernah merasakan atmosfer DBL. PON di Papua ini semakin menegaskan itu. Bahwa DBL membantu pengembangan secara lebih merata, membuat peta kekuatan juga jadi lebih merata. Bukan lagi Jawa-sentris.

Ke depan, dalam tahun-tahun ke depan, saya yakin DBL Effect ini akan semakin terasa. Walau sempat terhenti karena pandemi pada 2020, efek DBL masih akan ada dalam beberapa tahun ke depan.

Tentu saja, tidak boleh terhenti terlalu lama. Syukur Alhamdulillah, Honda DBL 2021 akan segera kembali bergulir. Sempat dimulai dengan protokol eksperimen pada Februari-Maret lalu di NTB dan Sumatera Selatan, pekan ini kami akan restart lagi.

Mulai Kamis, 7 Oktober besok, Honda DBL bergulir di DKI Jakarta. Disusul akhir bulan di Jawa Timur, di Surabaya. Kemudian berlanjut ke kota-kota lain.

Memang, kami belum bisa "full spec" seperti sebelum pandemi. Jadi kami mohon maaf kepada banyak anak yang belum bisa menikmati DBL seperti sebelum pandemi. Tapi, kami akan berupaya maksimal supaya Honda DBL tahun ini berlangsung lancar. Karena itu akan memudahkan kembalinya kompetisi yang lebih normal di kemudian hari.

Ketika bertemu dengan Pak Luhut, Pak Menpora Zainudin Amali, serta para petinggi lain, kami selalu mengajukan diri untuk dijadikan kelinci percobaan. Liga 1 (sepak bola) adalah contoh pelaksanaan tingkat profesional, namun itu sangat sulit diterapkan untuk level lebih grassroot. Kami bangga, DBL adalah kompetisi pertama yang menjadi percontohan itu. Bahkan dimulainya lagi DBL sudah disampaikan langsung oleh Bapak Luhut Panjaitan.


Konferensi pers tentang PPKM yang dilakukan di kantor Sekretariat Presiden, Senin (4/10). Di pengumuman ini, Pak Luhut menyebut langsung menyelenggaraan Honda DBL 2021-2022 (menit ke 6.07)

Kami tentu berterima kasih kepada semua pihak yang membantu kami menjaga tradisi DBL ini. Bagaimana pun, ini kompetisi sudah berlangsung selama belasan tahun. Sebelum pandemi, pesertanya sudah 42 ribu orang setahun, dengan jumlah penonton lebih dari 1,5 juta orang.

Saking lamanya "tradisi" DBL, Presiden Jokowi sudah pernah membuka langsung kompetisi ini di Jawa Tengah pada 2009, ketika beliau masih menjabat sebagai Wali Kota Solo. Sejak anaknya masih remaja!

Mulai Kamis besok, semoga kami bisa jadi kelinci percobaan yang baik. Membuka jalan untuk kompetisi-kompetisi lain diselenggarakan dengan baik di tengah pandemi yang belum berakhir ini.

Supaya panggung-panggung di Indonesia bisa kembali berjalan dengan baik. Dengan normal. Karena kita membutuhkan panggung-panggung itu untuk prestasi nasional di masa mendatang... (Azrul Ananda)

--- 

PS: Honda DBL era pandemi masih diselenggarakan tanpa penonton, namun semua bisa menyaksikan kiprah bintang-bintang basket remaja Indonesia secara live streaming. Silakan download aplikasi DBL Play untuk menikmatinya!

Foto-Foto: Hariyanto dan Dokumentasi DBL Indonesia 

 

Komentar