Ada banyak aspek dalam menilai seorang pemain, tim, hingga pertandingan. Dewasa ini, kita tahu bersama, statistik telah mengambil peran besar dalam penilaian pemain, lebih dalam lagi disebut sebagai analitik. Perkembangan analitik yang semakin modern membuat basket berubah dari permainan fisik menjadi permainan penuh perhitungan.
Perhitungan ini pula yang membuat pergeseran pola bermain. Aksi post play dan tembakan jarak menengah mulai ditinggalkan dan diganti dengan tripoin yang dilepaskan secara masif. Beragam rekor tripoin pecah dalam kurun lima musim terakhir.
Tripoin pun mulai jadi salah satu aspek penilaian utama untuk seorang pemain. "Oke dia atletis, cepat, kuat, tapi apakah ia bisa menembak tripoin?" Pertanyaan semacam ini semakin sering muncul belakangan. Statistik tripoin yang buruk juga yang membuat beberapa pemain yang "asik dilihat" mulai tersingkir dari liga atau harganya turun.
Namun, ada sebuah keanehan di Final NBA 2021. Anda yang menonton seri ini pun pasti sadar betapa kedua tim sama-sama melepaskan banyak sekali tembakan jarak menengah. Final NBA 2021 tampil sebagai anomali di tengah pergeseran pola bermain di NBA atau bahkan dunia.
Statistik pun menjelaskan dengan baik anomali ini. Final antara Milwaukee Bucks dan Phoenix Suns adalah final dengan percobaan tembakan jarak menengah terbanyak dalam lima musim terakhir. Total ada 251 percobaan tembakan dari kedua tim dengan 119 di antaranya masuk.
Jumlah tersebut berbanding sangat jauh dari catatan lima musim terakhir. Sebelumnya, catatan percobaan midrange terbanyak di final dalam lima musim terakhir terjadi pada final 2019 dengan 147 tembakan. Final 2018 antara Cleveland Cavaliers dengan Golden State Warriors jadi yang paling minim tembakan midrange dengan total hanya 98 percobaan.
Mengapa Bucks dan Suns melakukan hal yang tidak populer ini? Jika ditanya langsung, jelas saya juga tidak akan tahu jawabannya. Kita harus melihat lebih dalam lagi ke statistik kedua tim untuk tahu apa landasan mereka melakukan hal ini.
Menariknya, di musim reguler, kedua tim adalah tujuh besar tim dengan akurasi tripoin terbaik. Bucks ada di urutan lima dengan 38,9 persen sedangkan Suns di peringkat tujuh dengan 37,8 persen. Secara jumlah percobaan pun, keduanya masih masuk papan tengah yang artinya tidak terlalu banyak, juga tidak terlalu sedikit. Bucks 37,1 percobaan per gim sementara Suns 34,6 percobaan per gim.
(Baca juga: Panduan Peta Kekuatan Final NBA 2021)
Hal ini harusnya membuat mereka tak seharusnya berubah haluan di final dengan mengurangi jumlah percobaan tripoin mereka. Akan tetapi, jika kita melihat laju kedua tim di playoff, baru terlihat ada tren menurun untuk akurasi. Bucks mengalami penurunan akurasi secara konsisten di setiap ronde, baik saat rataan percobaan mereka di angka sama dengan musim reguler atau bahkan saat diturunkan. Suns pun kurang lebih demikian. Catatan mereka selalu lebih rendah dari musim reguler kecuali di semifinal Wilayah Barat melawan Denver Nuggets.
Selain alasan penurunan performa di atas, satu alasan lain yang paling masuk akal adalah personel mereka sendiri. Suns dan Bucks ternyata masuk sembilan besar untuk percobaan tembakan midrange selama musim reguler. Suns ada di peringkat tiga, hanya kalah dari San Antonio Spurs dan New York Knicks sedangkan Bucks di peringkat sembilan.
Melihat statistik tersebut, ada hal yang cukup menggelitik bagi saya. Spurs dan Knicks memimpin daftar ini di musim reguler. Melihat ke susunan pemain mereka, Spurs punya DeMar DeRozan, pemain paling midrange dari pemain midrange lainnya. Knicks pun tak kalah, Julius Randle dan Derrick Rose adalah dua orang yang senangnya beroperasi di midrange. Suns pun punya Chris Paul dan Devin Booker sedangkan Bucks ada Khris Middleton, Jrue Holiday, dan sesekali Giannis Antetokounmpo.
Pemain-pemain yang saya sebut di atas sudah menjadikan tembakan midrange sebagai identitas mereka. Oleh sebab itu, saat mereka berganti tim atau pelatih, tim dan pelatih yang harus menyesuaikan dengan permainan mereka. CP3 sebagai pemain yang paling banyak pindah tim, terus membawa gaya bermain tersebut di manapun ia berada. DeRozan pun mempertahankan kebiasaan itu dari Toronto Raptors.
Selain personel menyerang, personel dalam bertahan juga jadi alasan kenapa kedua finalis menyerang area midrange. Suns punya Deandre Ayton sementara di Bucks ada Brook Lopez atau Bobby Portis.
Secara kemampuan satu lawan satu menghadapi barisan penyerang lawan, tiga pemain ini bukanlah pilihan terbaik. Meski Ayton memiliki atletisme yang apik, ketangkasan Middleton, Holiday, dan kekuatan Giannis membuatnya juga sering mati kutu. Lopez dan Portis tak perlu dijelaskan lebih panjang lagi.
Di awal pandemi tahun lalu, saya sempat membaca sebagian buku "SprawlBall" karya Kirk Goldsberry yang cukup mengulas tentang pergeseran tripoin dan midrange tersebut. Di saat itu pula, saya memiliki kesimpulan sendiri di kepala saya bahwa justru di era tripoin merajai seperti sekarang, barisan yang lebih kuat di midrange akan menjadi pembeda hasil akhir.
(Baca juga: Dua Sisi Mata Uang Kehadiran Statistik Dalam Basket)
Mundur lagi ke lima musim terakhir, semua tim juara selalu memiliki jagoan midrange yang paten. Anthony Davis dan LeBron James untuk Lakers, Kawhi Leonard bersama Raptors, Kevin Durant plus Stephen Curry di Warriors, hingga akhirnya Middleton, Holiday, serta Giannis di Bucks.
Khusus untuk Bucks, sudah kami jelaskan sebelumnya mereka memang lebih buruk secara akurasi di keseluruhan final. Mereka menang karena tiga faktor lainnya. Namun, keberadaan trio Bucks di midrange memainkan peran penting dalam perjalanan tersebut.
Anomali Final NBA 2021 ini akan menjadi sebuah kasus yang menarik untuk dipelajari ke depannya. Di sisi lain, Bucks dan Suns juga menunjukkan bahwa midrange, yang secara hukum dasar ekonomi tak menguntungkan, bisa jadi senjata mematikan jika situasinya tepat.
Untuk saya pribadi, seni dari tembakan midrange tidak akan mati meski frekuensinya akan terus terkikis. Saya yakin, di satu belahan bumi, dari masa ke masa, akan ada segelintir orang yang akan terus melestarikan seni menyerang ini. Andai mereka mampu menyempurnakan seni tersebut, mereka akan secara konsisten menjadi ancaman di dunia basket.
Foto: NBA