Milwaukee Bucks menjadi juara NBA musim ini. Satu pemain yang menjadi pusat perhatian adalah Giannis Antetkounmpo. Bukan. Ini bukan membahas tentang sepatu yang dipakainya saat bertanding di gim final. Ini ada hubungannya dengan cocoklogi antara stereotip sebuah sepatu dengan sepak terjangnya selama laga final kemarin. Sudah jelas Giannis pakai Nike Zoom Freak 2. Lalu, ada apa dengan Air Force 1 Low warna hitam?
Ini semua tentang stereotip yang tersemat di sepatu basket klasik itu.
"Waspadai" pemakai Nike Air Force 1 Low warna hitam polos!
Stereotip mengelilingi sejumlah model klasik. Kita bisa melihatnya dari Puma Suede yang identik dengan para breakdancer. Nike Cortez lekat dengan gangster di kawasan Compton, Amerika Serikat. Terbukti dengan adanya grup rap N.W.A dan yang terbaru adalah kisah yang diangkat Kendrick Lamar. Begitu pula dengan Adidas Superstar sebagai perwakilan sobat hip-hop klasik. Mari beri hormat kepada Run DMC atas hal itu. Dan masih banyak lagi.
Meski tidak menekuni bidang-bidang di atas, kita bisa saja dikira jadi bagian dari kultur kalau memakai jenis sepatu itu. Bisa saja kita dikira jago berdansa kalau memakai Puma Suede di tongkrongan para penari.
Anggapan semacam itu melekat pula dengan Air Force 1 Low berwarna hitam polos. Forum di media sosial seperti Reddit, Twitter, hingga Facebook menampilkan meme yang menggambarkan tentang penilaian secara umum masyarakat Amerika Serikat. Mereka membuat guyonan tentang status pemakainya.
Giannis menuju final laga ketiga.
Ada yang bilang sebagai seorang pengguna obat-obatan terlarang. Karena solnya tebal sehingga bisa menghemat uang untuk beli sepatu. Duitnya kemudian bisa dialokasikan untk beli obat lagi kalau stok sudah habis.
Sebagian lagi mengasosiasikan pemakai Air Force 1 Low hitam sebagai seorang yang akan berniat jahat. Kesan itu akan semakin kental apabila memakai hoodie berwarna hitam dengan tudung tertutup. Satpam akan lebih mencurigai Anda berpakaian demikian dibandingkan memakai sepatu lain. Sepatu berwarna hitam penuh membuat Anda semakin sulit dilihat. Sehingga dianggap memudahkan niat jahat untuk mengutil atau berbuat onar. Kira-kira begitulah pemikiran para satpam.
Muda-mudi di sana pun mengasosiasikan pemakainya adalah para petugas dan polisi yang notabene biang dari tindakan diskriminatif. Kesan tersebut membuncah terutama setelah kasus pembunuhan George Floyd. Pemikiran skeptic masyarakat kepada penegak hukum anjlok.
Stereotip semacam ini memanglah tidak obyektif. Menganggap buruk seseorang hanya penampilan. Namun demikian, dipahami juga bahwa tindakan diskriminasi rasial masih acap terjadi di Negeri Paman Sam. Salah satu bentuknya adalah menilai kalangan afro-amerika dari penampilan.
Contoh nyata bisa dilihat dari pembunuhan pemuda berkulit hitam bernama Trayvon Martin. George Zimmerman sebagai pembunuh melihat pemuda 17 tahun itu berjalan memakai hoodie tertutup dengan tangan di dalam saku. Zimmerman seketika menembaknya sampai mati di tempat. DI pengadilan, ia mengaku merasa terancam dengan gestur yang ditampakkan Martin. Tembakannya didasarkan atas perlindungan diri. Padahal, pemuda malang itu hanya sedang jalan cepat. Ini adalah satu contoh dari banyak kasus tindakan rasisme sebagai isu sosial paling panas di Amerika Serikat.
Saking seringnya tindakan diskriminatif, para pemudanya membuat hal itu sebagai hiburan satir. Layaknya isu agama dan politik di Indonesia. Akan selalu saja ada konten, pelawak, atau sosok yang menjadikan sesuatu yang buruk sebagai bahan guyonan.
Lalu, apa hubungannya Air Force 1 Low hitam dengan Giannis Antetokounmpo?
Phoenix Suns sempat unggul di dua gim awal final. Sebelum kemudian Milwaukee Bucks dapat memenangkan laga sampai gim keenam. Giannis memukau di empat laga terakhir. Ialah pemain kunci Bucks dalam meraih gelar. Wajar bila kini ia dielu-elukan para fan.
Berkaca pada fakta tersebut di atas, masyarakat di Amerika Serikat seakan menyarankan bahwa jangan macam-macam dengan mereka yang memakai Air Force 1 Low Hitam. Tidak disarankan untuk memakainya hang out. Mending pakai sepatu lain daripada dikira mau melakukan tindakan tidak terpuji oleh lingkungan.
Pada empat pertandingan penentuan, Giannis selalu masuk ke stadion pakai Air Force 1 Low Hitam. Bila dinilai menggunakan Teori Cocoklogi, Si Greek Freak sudah memberi sinyal ‘Jangan macam-macam sama saya!’ kepada Suns. Caranya dengan memakai sepatu yang terkenal akan stereotip negatif itu.
Apakah asumsi ini valid kebenarannya? Tidak juga. Sangat tidak disarankan menilai seseorang dari luarnya saja. Tapi, Giannis membuktikan bahwa dirinya bukanlah sosok yang bisa diremehkan musim ini. Puncaknya adalah ketika ia bisa jadi MVP laga final NBA. Ia sudah memberi tanda kepada semua orang dengan memakai sepatu hitam polos saat berjalan dari lorong menuju lapangan.
Aneh namun nyata. Tapi itu benar adanya. Para penggemar Bucks ramai-ramai membahas hal tersebut setelah seorang komedian bernama Rayyy Rayyy mengunggah sebuah swavideo. Isinya tentang ekspresi kaget dan tercengang bahwa Giannis memakai Air Force 1 Low hitam di empat laga terakhir yang notabene dikuasai oleh Bucks.
Terlepas dari itu, Giannis layak dipuji. Sebuah prestasi yang membanggakan bagi seorang pemuda yang dulunya tumbuh di lingkungan kumuh di Yunani. Lalu kini berprestasi dan jadi pemain bintang di NBA. Sekaligus menguatkan stereotip pemakai Air Force 1 Low hitam sebagai orang yang ‘patut diwaspadai’.
Contoh meme tentang Air Force 1 Low Hitam:
Foto: Nike, BR Kicks, Reddit