Giannis Antetokounmpo resmi menjadi legenda NBA per Selasa, 20 Juli 2021, waktu setempat. Skor akhir 105-98 di gim 6 antara Milwaukee Bucks melawan Phoenix Suns memastikan hal tersebut. Bucks juara dan Giannis punya andil besar di dalamnya.
Di gim ini saja, Giannis menyumbang 50 poin, 14 rebound, dan 5 blok. Pertama, ini adalah catatan poin tertingginya dalam sebuah gim playoff. Kedua, Giannis jadi satu-satunya pemain dengan 50+ poin, 10+ rebound, dan 5+ blok di final. Kalo Anda belum merasa takjub, lihat lagi skor akhir kedua tim. Ya, 105 untuk Bucks dan Giannis 50 di antaranya.
Tak sekadar produktif, Giannis mencetak poin tersebut dari 16/25 tembakan (64 persen). Tembakan gratis yang selama ini menjadi masalah Giannis, seolah menghilang di gim terakhir. Dari 19 kesempatan, Giannis hanya gagal dua kali, ya 17 tembakan gratis Giannis masuk. Giannis seolah menyimpan performa terbaiknya untuk gim yang tepat, untuk saat yang tepat, memimpin kota Milwaukee berpesta.
Sebagai orang yang tidak memiliki fanatisme atas sebuah klub atau seorang pemain, saya merasa beruntung ada di garis waktu ini. Jika era awal LeBron saya masih terlalu kecil untuk menikmati basket, era Giannis saya berada di garis waktu yang tepat, bahkan kami seumuran. Melihat kembali apa yang terjadi di karier Giannis jujur membuat saya (yang jelas tidak mengenal Giannis) merasa turut bangga.
Giannis pertama kali menyedot perhatian saya kala Bucks masih ditangani Jason Kidd. Di musim 2015-16, saya takjub melihat Kidd menggeser Giannis bermain sebagai pembawa bola utama Bucks. Memang, kita sudah beberapa kali disuguhi pemain tinggi dengan kemampuan memfasilitasi rekan-rekannya dengan baik, namun dengan atletisme seperti Giannis? Rasanya hanya LeBron yang mendekati.
Kekaguman saya atas Giannis bahkan sudah saya tuangkan di Mainbasket saat saya masih bekerja di pabrik manufaktur, empat tahun lalu (saya menjadi kontributor lepas). Di artikel "Jangan Lewatkan Pertunjukkan "The Greek Freak"", saya merasa Giannis yang kala itu sudah masuk All Star akan terus menebar teror di NBA. Saya waktu itu belum melihat ia akan menjadi MVP atau bahkan menjadi juara. Namun, Giannis benar-benar membuat keberuntungannya sendiri dengan latihan dan peningkatan ketangkasan bermain dari musim ke musim.
"Saya ingin jadi pemain NBA." Ucapan Giannis di video Draft Express tepat sebelum ia masuk NBA yang kembali mengudara hari ini juga sangat mengena buat saya. Di video itu, kita bisa melihat sosok remaja yang masih kurus, masih tertatih bicara Bahasa Inggris berusaha menggambarkan mimpinya secara sederhana dan singkat. Delapan tahun berselang, anak imigran yang tinggal di Yunani tersebut tak sekadar menjadi pemain NBA, ia bahkan sudah mematri namanya sebagai legenda.
Saya tidak ingin membahas lebih tentang rekor-rekor Giannis di final, playoff, atau musim reguler. Anda bisa menemukan itu di mana saja. Saya ingin Anda mengambil waktu sejenak, melihat lagi beberapa video Giannis, utamanya wawancara dari waktu ke waktu. Lihat cara ia bicara, lihat cara ia membangun kepercayaan diri, lihat perubahan dirinya secara fisik, dan lihat perubahan cara bermainnya di lapangan. Saya harap, Anda bisa menemukan arti frasa kerja keras dan tumbuh di antara video-video tersebut.
Klise memang, bahwa kerja keras, atau proses tidak akan mengkhianati hasil. Namun, satu hal yang tidak dijelaskan oleh para bijak di luar sana adalah kerja keras dan proses tersebut juga harus terukur. Hal ini sekali lagi yang saya lihat betul dari Giannis. Lihat tubuhnya waktu masuk NBA, lihat perkembangannya dari tahun ke tahun. Giannis terus meningkatkan kekuatan tubuhnya sampai mungkin di tahun ia menjadi MVP untuk kali pertama.
Setelah itu, ia mencoba mengembangkan tembakannya. Tripoin ia tingkatkan, meski tidak signifikan untuk basket sekarang. Namun, lebih dari itu, percobaan tripoin yang ia lepaskan lebih berguna untuk memberi lawan kesulitan menentukan keputusan dalam bertahan. Semuanya tahu, saat Giannis menerobos ke area kunci, ia hampir tak terhenti. Dengan ia "terlihat" percaya diri di tripoin, lawan pun akan terpancing untuk naik dan sekali lagi, area kunci lebih sepi.
Oh iya, saya tahu, memang masih ada masalah besar untuk cara Giannis menembak. Akan tetapi, dengan cara ia berkembang di delapan tahun kariernya, rasanya sekarang kita tak perlu terlalu khawatir. Kita tahu, di saatnya nanti, mungkin musim depan, atau musim-musim selanjutnya, Giannis akan menemukan cara untuk memperbaiki hal tersebut. Mengapa? Karena memang seperti itu yang ia lakukan selama ini. Menyadari kekurangan, memperbaiki di waktu jeda, dan datang dengan senjata baru.
Untuk sekarang, sudah selayaknya kita semua angkat topi untuk Giannis atas pencapaiannya. Kita juga sepatutnya berterimakasih atas kisah perjalanan luar biasa Giannis yang baru mulai belajar basket 13 tahun yang lalu, di usia 13-14 tahun. Terima kasih sudah menunjukkan tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Mengutip Kevin Garnett, "Anything is possible!!!". Selamat melegenda Giannis Sina Ugo Antetokounmpo!!!
Foto: NBA