Tulisan ini merupakan sambungan dari tulisan sebelumnya yang berjudul "Mengapa Harus Ada Liga Basket Putri Indonesia (Narasi, Konfirmasi dan Persepsi)"

---

Entah kenapa, kita selalu punya kekuatan, energi, dana untuk memulai dari awal lagi dan lagi, tapi ndak pernah punya kekuatan, energi, dana untuk memulai dengan baik dan benar dari awal dan mempertahankannya. Selalu seperti itu.

Liga baru. Restart. Reborn. Kompetisi baru. Promotor baru. Pemikiran baru? Sama saja.

Selanjutnnya, saya akan membahas beberapa pemikiran dari pengalaman selama berkarya di (Piala) Srikandi, dan di kesempatan-kesempatan lain. Yang menurut saya ada hubungannya. Bahkan ini akan menjadi sumber ide mengubah liga yang gitu-gitu aja. Dan mungkin lebih mudah bagi para penggiat kompetisi di daerah untuk mewujudkan ini. Minim kepentingan yang tumpang tindih, dan minim pengambilan keputusan karena desakan netijen.

(1)

Pada tahun 2017 saya mendapat kesempatan berbicara secara daring (online) dengan USA Women’s National Team Director, Carol Callan. Ia (adalah sosok) yang menentukan ke mana arah sekaligus membentuk tim bola basket nasional putri Amerika. Dua tahun setelahnya, beliau terpilih menjadi President of FIBA Americas. Beliau menjelaskan perbedaan yang sangat mencolok dari berbagai sektor antara bola basket putra dan putri di Amerika. Saya ndak tau apakah ini sama dengan jargon kalangan basket di negara kita, “Basket putri di-anak tirikan”.

Di Amerika, pemain NBA naik pesawat pribadi. Sedangkan tim WNBA untuk bertanding mereka menggunakan pesawat komersial. Jangan bicara mengenai gaji dan lain-lain dah. Silakan Anda cari sendiri. Di sisi lain, pemain WNBA selagi off-season mereka bermain di liga eropa. Bermain secara legal untuk tim lain. Dengan berbagai alasan.

Namun bukan hal itu yang mebuat Carol Callan risau. Beliau secara spesifik menjelaskan bahwa sangat sedikit anak putri yang beranjak dewasa melanjutkan ke dunia olahraga. Salah satunya karena gambaran di atas. Banyak yang putus olahraga di usia 14 tahun ke atas. Namun jr.NBA tidak mengubah kebijakan tentang: sebelum usia 14 tahun mereka disarankan untuk mempunyai pengalaman di lebih dari 1 cabang olahraga.

Jadi, sudah tahu jika di usia 14 tahun pemain putri enggan meneruskan olahraga termasuk bermain basket, tapi mereka tidak mau mengubah kebijakan proses tumbuh kembang anak melalui olahraga itu sendiri. Karena itu jauh lebih penting, health of nation. Justru Carol Callan membuat inovasi yang menurut saya brilian, cerdas. Untuk menarik minat, pemberdayaan wanita di olahraga ditingkatkan. Pelatih putri, wasit putri dan sebagainya.

Untuk pembentukan tim nasional sedikit lebih kompleks, namun tetap saja luar biasa. Namanya USA Basketball Athlete Development Pipeline. Beliau membuat pemetaan mulai dari usia 11 tahun ke bawah hingga ke level profesional. Dan beliau juga menjelaskan kejuaraan internasional mana saja yang akan menjadi acuan dan pacuan bagi tim nasional.

Intinya saya menjelaskan bahwa di negara yang bola basketnya jauh lebih maju yaitu Amerika, kesenjangan terhadap basket putri juga ada, namun mereka menyadari tentang itu (awareness) dan dari situ mereka menemukan inovasi yang membuat mereka memunyai nilai lebih.

Lantas saya bertanya kepada beliau.

“Apakah anda tahu tentang bola basket Indonesia?” Beliau menjawab, “Ya, saya tahu Anda berada di Asia Tenggara, tapi untuk bola basketnya, maaf jika saya hanya mendengar sedikit.”

Percakapan selanjuntya antara saya dan beliau akan saya bahas di tulisan saya selanjuntya (jika banyak yang ingin tahu tentang hal ini, apalagi federasi yang mau), berikut pipeline yang diciptakan oleh beliau. Semoga menjadi ide untuk menentukan arah bola basket kita.

Ada ide untuk pipeline kita? (1)

(2)

Di suatu siang setelah selesai latihan pagi, kami semua berkumpul di lapangan utama Palumbo Centre. Saat itu ada penyuluhan dari perwakilan wasit tentang aturan yang akan digunakan untuk NCAA divisi 1 musim selanjutnya. Jujur, saya antusias. Karena saya baru tahu ada wasit yang mau bersusah payah mendatangi tiap tim peserta NCAA untuk menjelaskan aturan secara langsung di lapangan. Ternyata beliau hadir untuk menjelaskan perbedaan aturan antara kompetisi putri dan putra. Dimulai dari perbedan illegal use of hand dari pertandingan putra dan putri. Hal yang paling mendasar.

Nah lho, aturannya beda? Sekali lagi aturannya berbeda!

Seketika itu (saya) mulai berpikir, “Kenapa mereka membedakannya?” Pasti ada alasannya. Dan alasan itu pasti berdasar akan penelitian, data yang sudah mereka kumpulkan dan prestasi seperti apa yang harus mereka capai di suatu waktu tertentu sehingga menuntut mereka untuk menentukan strategi pengembangan yang tepat. Karena seperti saya bilang sebelumnya, semua bermuara dari dan di kompetisi. Dengan mengubah aturan di kompetisi, maka setiap tim peserta mau tidak mau harus mengikuti aturan yang berlaku di kompetisi tersebut. Sehingga evaluasi yang dilakukan oleh yang bertanggungjawab akan lebih mudah dan lebih efisien. Dibanding melakukan sarasehan, berdiskusi yang tidak dalam satu halaman dan tujuan yang sama.

DBL melakukan hal ini. Mereka mengubah aturan. Walaupun saya sendiri belum tahu tujuannya apa. Apakah ada tujuan yang mau dicapai? Apakah ada kesalahan di penetapan tujuan atau eksekusi peraturanya yang kurang tepat? Apakah sudah terlihat hasil yang menuju tujuan itu? Saya tidak tahu.

Liga bola basket tertinggi di FIlipina mengikuti aturan permainan NBA. Australia menambahkan aturan pertandingan untuk kelompok umur 14 tahun ke bawah. Kenapa mereka melakukan itu? Jelas, mereka sadar mereka di mana, dan mereka memiliki acuan harus ke mana. Dan selanjutnya menentukan goal settingsalah satunya dengan menggunakan kompetisi.

Ada ide aturan apa yang diubah untuk liga putri? (2)

(3)

Di kesempatan yang sama, saya diharuskan untuk melahap NCAA manual book. Karena di akhir magang harus mengikuti serangkaian tes. Di buku manual itu saya menemukan penjelasan tentang kesewenang-wenangan (abusement), penindasan (bullying) dan sex di dunia olahraga Amerika. Dan tesnya ternyata kebanyakan di hal-hal yang saya sebutkan tadi.

Salah satu pertanyaannya seperti ini, “Jika Anda sebagai pelatih ingin menghukum salah satu pemain pada sesi latihan, apa yang harus Anda hindari?” Karena ini bisa dikenakan pasal penindasan (bullying).

Kesimpulan yang saya dapat, tujuan dari kompetisi, brand dari kompetisi lebih penting daripada kecakapan kemampuan dari setiap anggotanya. Sejago apapun, harus tetap mengikuti aturan kompetisi. Dan itu diuji.

Saya rasa mereka tidak hanya membuat panduan untuk NCAA, mungkin untuk AAU dan juga kompetisi lain. Mereka menentukan standarisasi anggota yang berada di liga tersbut. Minimum requirement bukan hanya untuk infrastuktur dan administrasi institusi, namun untuk anggota tim juga. Artinya ada kesamaan tujuan, kesamaan cara pandang, ada keharusan dari negara untuk mendukung olahraga. Saya membayangkan jika pelatih yang memimpin di DBL diberi buku panduan dan harus lulus tes tentang tumbuh kembang anak di usia remaja, terutama sisi psikologi. Atau fisioterapis tim Piala Srikandi harus mengerti kemampuan tim medis yang disediakan operator. Atau manajer tim yang harus menempatkan dirinya bahwa Piala Srikandi adalah kompetisi, liga yang menuntut gotong-royong dan inovasi semua pihak demi keberlangsungan hidup Piala Srikandi. Bukan hanya tahun ini ada liga, tahun depan dipikir ntar aja dah.

Ada ide minimum requirement untuk member dari liga putri? (3)

(4)

Tahun 2012 saya diminta Kepala Pelatih Bima Sakti Malang Bill McCammon untuk copy beberapa pertandingan NBL Indonesia. Singkat cerita saya berada di lantai 20 Gedung Graha Pena. Sambil menunggu proses menyalin selesai, saya ngobrol dengan salah satu petinggi NBL Indonesia waktu itu. Beliau membicarakan tentang rencana membangun liga yang sehat agar tim dan pemain ikut sehat. Saya mengajukan satu pertanyaan yang tidak dijawab dengan lugas, menurut saya.

Mas, menurut saya, meskipun NBL bagusin liganya, penontonnya banyak, medianya rame, tapi ujung-ujungnya, penonton datang ke lapangan untuk nonton tim yang main, kan? Selama ini NBL sudah ada program develop wasit. Dan yang pasti develop juga liganya. Ada gak, strategi gimana develop timnya sehingga kompetisi lebih seru dan scale-up levelnya? Apa NBL menyerahkan itu ke tim masing-masing? Apakah itu sudah dikomunikasikan?”

Secara statistik banyak hal yang mendasari pertanyaan saya di atas. Kekuatan dari liga adalah tim yang bertanding, pemain yang bermain. Semuanya bertumbuh bersama.

Ada ide untuk develop kualitas tim yang bermain di liga tertinggi? (4)

(5)

Contoh lain saya ambil dari Limanas Putri 2019. Banyak pemain dari Piala Srikandi yang berlaga di kompetisi tingkat universitas tersebut. Namun saya menemukan bahwa kompetisi ini secara statistik berlainan dengan kaidah semesta statistik yang ada. Dean Oliver menyebutkan bahwa eFG% (efektifitas tembakan) adalah faktor yang paling berpengaruh dalam kemenangan. Dan ini sudah dibuktikan di beberapa kompetisi tingkat dunia. Namun di Limanas Putri yang paling banyak mempengaruhi kemenangan adalah OR% (persentase offense rebound). Dengan kata lain, kemampuan untuk mengambil bola pantul yang paling memengaruhi kemenangan di Limanas Putri. Jika ingin menang di Limanas Putri, jago rebound saja, ndak perlu jago nembak. Yang padahal di pertandingan internasional, yang memengaruhi kemenangan adalah efisiensi tembakan. Sering kita dengar, “Busyet, sudah dijaga gitu masih masuk aja tuh bolanya.” “Gimana ya, udah lompat ke samping masuk juga tuh bola.” “Kok bisa ya kena benturan gitu, bolanya masuk.”

Kita masih di level kesalahan dasar yang memengaruhi kemenangan. Bukan bagaimana menciptakan peluang terbaik untuk mencetak poin dari paduan pemain yang ada.

Ada ide untuk menjaga kualitas permainan di liga sebelum liga tertinggi? (5)

(6)

Beberapa waktu lalu saya mengikuti webinar yang diadakan oleh pecinta bolabasket Filipina. Beberapa pelatih dan pemain putri dari Indonesia ikut dalam acara itu. Mereka mengundang Tom Hovasee, kepala pelatih tim nasional putri Jepang yang akan mejadi tuan rumah olimpiade dalam waktu dekat. Dengan postur pemain yang dia miliki, dia ingin menjadi tim tercepat. Dengan acuan passing paling banyak per pertandingan. Lebih dari 300 passing per pertandingan.

TungguTim tercepat itu dia bilang ingin terbanyak passing, bukan terbanyak tembakan? Kalo pemahaman umum kita kan tim cepat ya mainnya fast break, banyak nembak, sruduk mampus (Maaf tentang bahasa. Saya tidak menemukan bahasa yang tepat selain ini) ke ring dengan full speed, bener kan? Kok mau cepat itu targetnya dengan paling banyak passing? Si Tom Hovasee ini kok beda ya? Apa pemahaman yang selama ini saya dengar yang salah?

Jawabanya adalah, agar lebih mudah menciptakan great shoot. Saya mendapatkan kata-kata itu setelah membaca tulisan Clayton Geoffreys tentang Gregg Popovich. Tembakan terbuka yang kemungkinan besar menghasilkan angka. Jadi bukan hanya cepat-cepatan menembak! Kesalahan beropini karena kesalahan persepsi yang mengakibatkan kesalahan eksekusi.

Ada ide untuk terus mengembangkan value di pembinaan prestasi? (6)

(7)

Selalu muncul anggapan bahwa liga putri “belum sekuat” liga putra. Jika dilihat dari sisi tertentu, kebanyakan pasti setuju dengan ini. Gambaran sebelumnya tentang bola basket putri di Amerika saja sudah menggambarkan secara jelas.

Namun di saat ini saya melihat dari sudut pandang yang berbeda. Liga putri belum ada arus. Kembali ini menurut saya secara subyektif. Jika melihat liga putra, kita sudah paham arusnya akan seperti apa. Mana tim yang selalu kompetitif menuju puncak. Mana tim yang bergerak di papan tengah, dan tim-tim yang selalu sedikit penontonnya. Adakah pergeseran yang masif dari sebaran kelompok di atas?

Berbeda dengan tim putri. Liga putri belum ada arus. Bahkan jika ada masih pelan. Artinya, liga ini bisa dibentuk arusnya. Dan juga belum ada batasan di liga putri. Sehingga jika yang bertanggung jawab mau membuat suatu gebrakan, itu dimudahkan. Gebrakan yang mengarahkan bola basket putri kita mau ke mana, acuannya seperti apa dan harus dipacu seberapa keras. Terbuka lebar. Seperti melukis di kanvas kosong. Silakan berkarya apapun, berinovasi apapun, di bidang kepelatihan, marketing, media, apapun itu. Sebebas-bebasnya. Hanya perlu ingat dua hal. Acuannya mau ke mana, dan tidak ada batasan untuk mencapai acuan itu.

Dan jika berhasil, tidak menutup kemungkinan ini menjadi prototipe bagi liga putra kita.

Ada ide untuk membuat inovasi? Bukan hanya sesuatu yanng baru? (7)

(8)

Rotasi pemain keluar dan masuk liga yang cepat. Usia bermain pemain putri lebih pendek daripada pemain putra. Apalagi jika benar-benar profesional. Misalnya pemain di level mahasiswa tidak boleh bermain di liga tertinggi. Ditambah jika liga usia 19–23 tahun yang digagas federasi benar-benar dijalankan. Saya tidak memandang itu salah. Tapi akan mengubah strategi pembinaan dan prestasi terutama di level tertinggi bola basket putri. Pasti pemain akan lebih sedikit. (Teringat akan strategi Carol Callan.)

Ok, mereka boleh bermain di liga tertinggi. Risikonya akan rentan cedera. Pemain lebih sedikit daripada putra namun mereka mengikuti lebih dari satu kompetisi per tahun. Karena memang mereka dikondisikan untuk bermain di lebih dari satu kompetisi. Dan dimungkinkan dengan menit bermain yang sama banyaknya. Saya tidak bermaksud melarang, tapi harus ada strategi, inovasi tentang ini. Komponen terpenting adalah pemain. Kesehatan dan keselamatan pemain jadi perhatian utama. Kesadaran akan mempersiapkan tubuh serta pikiran tidak bisa dipandang remeh jadinya. Apakah itu sudah menjadi perhatian? Apakah liga atau pihak yang bertanggungjawab sudah bekerja sama dalam hal ini?

Ada ide untuk membuat aturan berkompetisi mulai dari tingkat paling bawah? (8)

(9)

Salah satu perbedaan pertandingan WNBA dan NBA adalah suguhan di half time atau di waktu rehat. Di WNBA terkesan lebih melibatkan sisi kekeluargaan. Memang putri lebih mudah mendekat ke masyarakat, itu jadi aset berharga bagi liga putri yang tidak dimiliki oleh basket putra.

Satu lagi. Tim putri Indonesia hampir semua memiliki home base. Memiliki GOR sendiri. Ini adalah salah satu kemewahan dibanding tim putra.

Masih dari WNBA. Tahukah Anda dalam beberapa waktu terakhir sistem playoff WNBA diubah? Dengan tujuan agar pertandinngan lebih seru? Peringkat 1 tidak bertemu dengan peringkat 8 di first round seperti kebanyakan. Alih-alih seperti itu, WNBA mempertemukan peringkat 8 dengan peringkat 5. Dan peringkat 6 dengan peringkat 7. Maka selisih poin dipertandingan tersebut pasti mepet (tidak selebar jika peringkat 1 bertemu dengan peringkat 8). Dengan margin poin yang kecil dan ini adalah babak playoff, maka pertandingan pasti seru, dan menarik banyak penonton. Akan menguntungkan tim tuan rumah dan juga liga itu sendiri. Dari perubahan itu ada pihak yang dirugikan pastinya, dan anehnya, semua tim menyetujui perubahan tersebut.

Aturan diubah, demi tujuan yang jelas, dan ada dasarnya.

Ada ide bagaimana agar pertandingan lebih ketat ke depan? (9)

(10)

Dari saya sebagai kepala pelatih Merpati, sampai dengan pandemi yang menjadi batu besar yang menghalangi kami untuk berkarya, saya akan menjelaskan beberapa hal yang cukup membanggakan. Banyak hal positif yang saya dapat dari Piala Srikandi, salah satunya adalah sebagai anggota liga yang membesarkan nama liga. Saya cukup bangga dengan hal ini. Setiap musim kami mengadakan Media Day, hampir di semua seri. Seringnya ke media cetak atau radio di kota tersebut. Sampai suatu saat kami bertamu ke majalah Femina. Bahkan dua pemain Merpati diberi tawaran untuk menulis resep masakan mereka di edisi berikutnya.

Resep masakan? Gak ada hubungannya sama basket, Mbing (nama panggilan saya)! Saya menggunakan semua sisi yang saya mampu untuk melebarkan, untuk memperkenalkan liga putri, sesuai dengan kemampuan kami waktu itu. Dengan memperkenalkan Merpati, secara langsung Piala Srikandi juga ikut dikenal.

Olahraga perempuan bisa dipandang dari dua sisi. Olahraga itu sendiri dan dari sisi social life. Pada musim terakhir, Merpati mendapatkan teman baru, Natasha Skin Care. Apakah kami mendapat pendanaan dari mereka? Tidak. Itu bukan menjadi faktor utama. Yang jadi pikiran kami adalah, jika bukan kita yang mengenalkan dan melebarkan sayap bola basket putri secara luas, lalu siapa lagi? Contoh lain, Motion sebagai apparel resmi Merpati, mengadakan launching tim di toko buku Gramedia.

Kami melakukan coaching clinic di hampir semua seri mulai dari tahun pertama. Ini usaha kami untuk memberikan dampak secara langsung kepada pecinta bola basket tempat seri itu berlangsung. Dan di musim terakhir saya menggagas Sideline Coach. Sebuah program yang sama tujuannya. Menyentuh secara langsung pecinta bola basket, namun dari sisi kepelatihan. Pelatih yang terpilih berhak mengikuti semua kegiatan Merpati di seri tersebut. Duduk di bench pada saat bertanding, membantu jalannya latihan, mengikuti sesi video, team briefing dan sebagainya. Akhirnya Srikandi dianggap memberikan dampak secara langsung. Masih baanyak ide-ide lain untuk mendekatkan diri kepada para fan. Kepada para fan kita yang sedang ingin kita bangun. Membuat arus. Melukis di kanvas kosong.

Apakah semua kegiatan itu mengganggu prestasi tim? Mana yang lebih berharga untuk saat ini, prestasi tim atau pemassalan bola basket putri? Apakah pemain capek untuk coaching clinic, lalu media dayterus bertanding, dan masih ada kegiatan off court lain? Iya pasti mereka capek. Tapi jika bukan kita yang melakukan, lalu siapa lagi?

Saya terinspirasi bagaimana Kak Augie (Fantinus, Manajer Timnas Putri di SEA Games 2015) dalam mempersiapkan tim nasional putri 2015. Beliau mengenalkan tim nasional dengan gencar. Melalui off court activity. Bahkan penyelenggaraan training camp berlangsung di beberapa kota yang berbeda. Tujuannya ya itu tadi, memperkenalkan, menyebarkan dan melebarkan bola basket putri.

Ada ide aktivitas yang paling mudah dan konsisten untuk bersentuhan langsung dengan masyarakat? (10)

(11)

Amartha. Menjadi pertanyaan besar bagi saya. Sebuah perusahaan teknologi finansial bisa support tim profesional putra. Padahal slogan Amartha yang terpampang jelas di Instagram adalah #SaatnyaPerempuan. Sudah jelas perusahaan ini menjadikan perempuan sebagai sasarannya, sebagai objeknya, kok bisa Amartha menjadi bagian dari tim di liga putra?

Kurangnya PR (kehumasan) di liga putri, atau kita kurang tanggap mencari stakeholder, atau ada alasan lain?

Ada ide bagaimana stakeholder akan melihat liga putri? (11)

(12)

Liga putri pertama di USA lahir pada tahun 1920. Adalah liga antarindustri. Tim yang disponsori oleh perusahaan untuk para pekerjanya. Mungkin seperti yang terjadi sekarang di Indonesia, liga antar Bank atau antarmedia. Sama kan, pemain adalah pekerja di perusahaan itu. Dan itu dikenalkan di Amerika 101 tahun yang lalu.

Ketika WNBA lahir 25 tahun lalu, 8 tim pertama anggota WNBA adalah rekanan dari 8 tim putra yang bermain di NBA. Muncul ide?

Ada ide agar tim liga putri bisa bertahan terus? (12)

Entah kenapa kita selalu punya kekuatan, energi, dana untuk memulai dari awal lagi dan lagi, tapi ndak pernah punya kekuatan, energi, dana untuk memulai dengan baik dan benar dari awal dan mempertahankannya. Selalu seperti itu.

Liga baru, restart, reborn, kompetisi baru, promotor baru, pemikiran baru? Sama saja. (Bersambung)

 

---

Tulisan ini sebelumnya juga tampil di blog pribadi Bambang Asdianto dengan judul "Narasi, Konfirmasi dan Persepsi (Part 2)" yang bisa dibaca di sini.(*)

 

 

Komentar