“Mana Bilqis? Berdirilah. Saya ingin semua orang tahu. Dia memakai sepatu berhak, tingginya 165 cm. Dia adalah atlet dari Memphis. Bilqis adalah inspirasi, bukan hanya untuk gadis-gadis muslim, ia adalah inspirasi bagi kita semua,” Presiden Barrack Obama.
…
Semua berawal dari aturan FIBA pasal 4.4.2.. Aturan tersebut mengatur bahwa seorang pemain basket tidak diperkenankan mengenakan aksesoris kepala berlebihan. FIBA hanya membolehkan aksesori berbentuk ikat kepala (headband) dengan lebar maksimum lima sentimeter.
Awalnya, aturan ini hanyalah aturan biasa yang sepertinya tidak memberi implikasi apa-apa kepada pemain basket. Dengan atau tanpa aksesori di bagian kepala, seorang pemain tetap bisa beraksi.
Di tahun 2014, ceritanya menjadi lain. Pada ajang Asian Games di Korea Selatan, tim basket putri Qatar mundur dari kejuaraan. Beberapa pemain mereka mengenakan jilbab dan FIBA tidak memberi lampu hijau kepada mereka untuk masuk lapangan. Tim putri Qatar memilih untuk mundur dari turnamen daripada mengikuti aturan tetapi mengorbankan keyakinan menjalankan aturan resmi FIBA tersebut.
Kelihatannya seperti diskriminasi. Padahal tidak. FIBA hanya menjalankan aturan yang memang sudah ada dan tampaknya, sebelumnya, memang tidak memicu kontroversi.
Tujuan awal diadakannya aturan tersebut adalah keamanan. Aksesori berlebihan di kepala –oleh FIBA- dianggap membahayakan. Baik bagi pemain itu sendiri, maupun pemain-pemain yang lain.
Setelah peristiwa mundurnya tim basket putri Qatar dari Asian Games 2014, peristiwa lain-lainnya menyusul.
Adalah Bilqis Abdul-Qaadir, nama kepanjangan dari “Bilqis” yang dipanggil oleh Presiden Obama dalam kutipan di atas. Bilqis adalah satu dari 15 perwakilan yang diundang Presiden Obama tahun 2015 dalam pertemuan tertutup pemimpin muslim. Nama Bilqis juga mencuat di tahun 2014.
Bilqis adalah alumnus Memphis University yang bermain di Divisi 1 NCAA. Oleh karena masih boleh main setelah lulus, Bilqis kemudian lanjut memperkuat Indiana State University.
Di Amerika Serikat, khususnya basket putri di negara bagian Massachusetts, nama Bilqis populer. Ia adalah pemain SMA yang memegang rekor poin terbanyak. Baik untuk kategori putra maupun putri. Selama mengikuti kompetisi sekolah menengah, Bilqis sudah mencetak 3.070 poin. Bilqis memecahkan rekor yang dipegang oleh bintang WNBA All Star Rebecca Lobo yang mencetak 2.740 poin.
Bermain di level universitas, Bilqis adalah pemain NCAA pertama yang memakai jilbab. Karena keputusannya tetap bermain basket dengan menggunakan jilbab, Bilqis menerima penghargaaan United States Basketball Writers Association kategori “Paling Berani” di NCAA Final Four.
Pada satu tahun karirnya di Indiana University, ia membawa tim kampusnya juara di Missouri Valley Conference dan menjadi Newcomer of the Year. Total poin Bilqis ada di urutan 10 sepanjang sejarah sebagai yang terbanyak dalam satu musim. Penghargaan-penghargaan lainnya kemudian menyusul.
Berbekal pengalaman bermain di NCAA Divisi 1, tahun 2014 Bilqis bersiap mengadu nasib dengan bermain basket di liga-liga basket Eropa. Sebuah langkah yang juga diambil oleh banyak pemain-pemain putri terbaik Amerika Serikat. Termasuk mereka yang bermain untuk tim nasional.
Harapan Bilqis tak terkabul. Oleh karena aturan FIBA tersebut, Bilqis tak bisa mengejar keinginannya. Sejak itu, Bilqis berkampanye bahwa dengan jilbab, kita masih bisa bermain basket. Sasaran akhirnya tentu saja agar aturan larangan FIBA diubah.
Setelah kejadian tim Qatar dan Bilqis, gelombang tuntutan kepada FIBA agar mengubah aturannya semakin kencang bergulir. Tahun lalu, sekelompok pemain basket putri dari seluruh dunia bahkan membuat petisi di Change.Org yang ditujukan kepada FIBA. Langkah yang dirintis oleh Indira Kaljo –pebasket Bosnia kelahiran Amerika Serikat- ini mampu mengumpulkan lebih dari 130.000 tanda tangan.
Dari Indonesia, pebasket yang aktif mendorong diubahnya aturan larangan FIBA ini adalah Raisa Aribatul Hamidah, akrab disapa Ida. Ida adalah salah satu pebasket yang ikut membuat petisi bersama Indira Kaljo.
“Awalnya saya berkenalan dengan Indira Kaljo dan juga Bilqis Abdul-Qaadir, dua pemain basket Amerika yang mengenakan hijab. Indira yang mengawali pergerakan itu di tahun 2014. Kami saling berkomunikasi dengan sesama pemain basket yang berhijab, dan akhirnya kami sepakat untuk mengeluarkan petisi secara serentak di bulan ini,” cerita Ida sekitar dua tahun lalu.
Setelah beberapa kali meraih gelar juara bersama Surabaya Fever, Ida harus diakui merupakan salah satu point guard putri terbaik di Indonesia. Ida, oleh karena kemampuannya, sangat layak menjadi bagian tim nasional Indonesia.
Karena mengenakan jilbab, nasib Ida juga sama dengan para pemain putri Qatar dan Bilqis. Ia tidak boleh bermain.
Panitia seleksi pemain tim nasional pun enggan memanggil Ida karena aturan tersebut. Namun pada seleksi pemain nasional untuk SEA Games 2015, nama Ida pernah dipanggil oleh Manajer Augie Fantinus.
Menurut Augie, untuk menghormati talentanya, Ida sangat layak ikut seleksi. Walau kemudian Augie dan tim nasional 2015 pun harus mengalah karena aturan.
Tidak adanya bukti sepanjang sejarah dan menggelindingnya tuntutan penghapusan membuat FIBA mulai mempertimbangkan untuk merevisi aturan tersebut. Namun perubahannya pun tidak terjadi sekonyong-konyong.
Tahun 2014, FIBA memutuskan melakukan tahap uji coba penghapusan aturan tersebut. Menurut Agus Mauro, mantan duta besar istimewa FIBA 3x3 internasional, inisiator penghapusan aturan ini adalah Indonesia, Amerika Serikat dan Qatar. Harapannya, pertengahan tahun 2016 lalu aturannya sudah bisa dihapus. Namun sepertinya tertunda.
Walau tertunda, tanda-tanda bahwa aturan tersebut akan dihilangkan mulai terlihat. Pada pergelaran FIBA 3x3 World Championship 2016, aturan larangan ini dihapuskan. Ida yang bermain di tim putri Indonesia menjadi pemain putri pertama yang memakai jilbab di Piala Dunia FIBA 3x3.
Tanggal 27-28 Januari lalu, Dewan Pusat FIBA menyelesaikan rapat pertama di tahun 2017. Rapat tersebut menghasilkan sebuah rujukan baru yang kemungkinan akan mengubah pasal 4.4.2.
“Setelah memulai proses revisi aturan tutup kepala (Pasal 4.4.2) pada bulan September 2014, Dewan Pusat sudah menerima laporan tentang pengecualian penerapan aturan tersebut pada tingkat domestik selama dua tahun. Laporan-laporan dari tingkat domestik itu mendorong kami untuk memodifikasi aturan yang ada dan memberi mandat kepada Komisi Teknis untuk mengeluarkan proposal aturan yang memungkinkan tutup kepala bisa dikenakan dengan aman oleh atlet. Proposal ini akan disampaikan di Kongres Mid-Term bulan Mei.”
Bulan ini, Mei 2017, FIBA menepati janjinya. Tadi malam (4 Mei 2017), melalui kongres Mid-Term, 139 federasi negara-negara anggota FIBA secara mutlak sepakat mengubah aturan larangan tersebut. Ke depan, FIBA akan merestui penutup kepala, yang tentunya meliputi jilbab, turban, dan lain-lain.
Tidak adanya satu pun wakil federasi yang menolak revisi aturan ini menunjukkan bagaimana FIBA sangat mengakomodasi perkembangan basket. Ini juga membuktikan bahwa sangkaan bahwa aturan tersebut cenderung diskriminatif sepertinya tidak terbukti.
Kalaupun ada tenggang waktu antara berubahnya aturan dengan bergulirnya tuntutan, kita juga harus berterimakasih kepada FIBA karena memberikan contoh kesetiaan dan kepatuhan sebuah lembaga kepada aturan. Walaupun aturan tersebut dinilai sudah tidak relevan, ada tahapan-tahapan yang harus dijalani dan dihormati sebelum menggantinya.
Dalam revisi aturan ini, FIBA tetap mengutamakan aspek permainan. Jilbab atau penutup kepala yang dikenakan harus aman bagi pemain yang memakainya dan pemain-pemain lain. Warnanya pun harus hitam atau putih, atau seragam dengan warna kostum basket yang dikenakan tim.
Sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, Indonesia sangat diuntungkan oleh kebijakan ini. Pemain-pemain putri yang memutuskan berjilbab kini bisa mengejar prestasi setinggi-tingginya di dunia basket.
Kalaupun ada “negatifnya”, penghapusan aturan ini akan membangunkan kekuatan-kekuatan basket baru, khususnya di Asia di mana negara-negara dengan populasi muslim besar ada. Seperti Iran, Iraq, Qatar, Lebanon dan lain-lain. Sangat mungkin negara-negara dengan penduduk muslim yang banyak selama ini tidak muncul gara-gara aturan FIBA pasal 4.4.2. itu.(*)