IBL

Pernahkah Anda memiliki hubungan yang sangat buruk dengan orang lain? Atau mungkin Anda sedang menjalaninya? Semacam perseteruan atau persaingan. Di dalam basket, persaingan atau perseteruan adalah hal yang lumrah. Bukan perseteruan antartim yang bertanding atau antarpemain yang berlaga. Tetapi lebih kepada persaingan atau perseteruan yang mendalam. Baik ketika bertanding maupun di luar itu. Perseteruan yang lebih populer dengan istilah rivalitas. Rivalitas ini bisa terjadi antarpemain maupun antartim.

Ambil contoh di masa lampau adalah hubungan Michael Jordan dengan Isiah Thomas. Jordan dengan Bulls yang terlihat sangat perkasa di akhir tahun 80-an serta awal 90-an mendapat tantangan rivalitas dari Detroit Pistons dengan gaya main mereka yang cenderung kasar.

Pistons kala itu terkenal dengan julukan “Bad Boys”. Mereka dipimpin oleh Isiah Thomas, Bill Lambier dan Joe Dumars. Secara kemampuan mereka juga bisa dibilang bagus. Mereka bertiga bahkan masuk ke jajaran All Stars kala itu. Hawa persaingan sengit berujung kasar selalu terjadi kala mereka bertemu dengan Bulls. Dan perlu digarisbawahi, wasit-wasit NBA kala itu cenderung susah meniup peluit untuk pelanggaran-pelanggaran yang dinilai “mudah”.

Tulisan ini tidak akan mengorek rivalitas lama Bulls dan Pistons. Namun kepada rivalitas absurd antara Los Angeles Clippers dengan babak playoff.

9985533-nba-los-angeles-lakers-at-los-angeles-clippers

Sejak resmi memakai nama Los Angeles Clippers pada tahun 1984, tim ini hanya mampu lolos ke playoff sebanyak 10 kali. Di antaranya adalah enam musim berturut-turut sejak musim 2011-2012.

Musim itu pula yang menandai bergabungnya Chris Paul dengan Clippers. Sebelumnya, Paul nyaris bergabung dengan rival sekota mereka Los Angeles Lakers. Paul bahkan sudah menelpon bintang Lakers, Kobe Bryant untuk mengabarkan bergabunya dia ke Lakers. Tapi komisioner NBA kala itu, David Stern melakukan ”veto”. Stern “menggiring” Paul bergabung dengan Clippers. Clippers sendiri sedang membangun kekuatan mereka pada bintang muda Blake Griffin. Griffin yang di-draft pada musim 2009-2010 gagal memainkan musim pertamanya setelah mengalami cedera sepanjang musim. Dengan bergabungnya pemain sekaliber Chris Paul membuat para penggemar Clippers optimis tim mereka akan berbuat lebih baik. Apalagi mereka selama ini hanya dianggap sebagai bayang-bayang Lakers yang jauh lebih berprestasi.

Benar saja, bergabungnya Paul juga menandai era baru yang disebut “Lob City”. Nama itu sendiri diambil seiring banyaknya frekuensi umpan lambung (lob) yang dikirim Paul. Umpan lambung ini berujung pada slam dunk yang dilakukan oleh Blake Griffin ataupun DeAndre Jordan. Istilah populernya adalah “alley-oop dunk”.

Gaya bermain “pick and roll” yang berujung pada alley oop dunk ini berlangsung hampir sepanjang musim itu hingga sekarang. Dari era kepala pelatih Vinny Del Negro kala itu, hingga Doc Rivers sekarang. Del Negro sendiri berhasil membawa Clippers ke playoff dua kali. Tetapi langkah Clippers tidak lebih dari putaran kedua.

Di bawah Doc Rivers, pelatih yang berhasil membawa gelar juara terakhir bagi Boston Celtics. Clippers berusaha melangkah lebih jauh. Mereka melakukan pertukaran pemain yang terlihat sangat ambisus.

J.J Redick dan Jared Dudley mengisi posisi penembak jarah jauh mereka. Forward Antawn Jamison dan Glen “Big Baby” Davis pun ikut bergabung guna melapis Blake Griffin dan DeAndre Jordan. Untuk Guard, Paul mendapatkan pelapis bernama Darren Collison. Namun lagi-lagi di putaran kedua playoff mereka harus takluk. Kala itu oleh Oklahoma City Thunder.

Tidak hanya itu, di tengah musim mereka juga terpaksa berganti pemilik setelah Donald Sterling terkena kasus rasisme dan dihukum oleh NBA. Sterling didakwa harus menjual kepemilikannya kepada Steve Ballmer pada musim 2014-2015.

Musim itu pun berjalan baik bagi Clippers yang berhasil menempati peringkat ketiga Wilayah Barat. Di playoffs mereka bertemu dengan Spurs yang berhasil dikalahkan dalam tujuh laga yang menguras emosi. Lanjut ke putaran kedua, Clippers sempat unggul 3-1 atas Houston Rockets sebelum akhirnya menyerah 3-4 di akhir seri.

Musim 2015-2016 juga nyaris berlangsung sama saja dengan empat musim sebelumnya. Di musim reguler mereka tidak menemukan kendala berarti untuk melaju ke playoff. Tapi di playoff, nasib buruk tidak kunjung berhenti. Di playoff mereka berhadapan dengan Portland Trail Blazers yang di luar dugaan berhasil menang dalam empat laga atas mereka. Itu juga dipengaruhi cedera yang dialami oleh Chris Paul.

Musim ini sepertinya tidak berubah banyak, setelah musim reguler yang praktis tidak terlalu banyak masalah. Playoff berjalan sebaliknya, nasib sial atau bahkan kutukan itu belum mau berhenti. Babak playoff barangkali rival utama Clippers. Bukan tim-tim yang mereka hadapi di sana.

Menghadapi Utah Jazz mereka di luar dugaan kalah di kandang pada laga pertama oleh buzzer beater Joe Johnson. Laga kedua dan ketiga berhasil mereka rebut. Tapi pertandingan keempat lagi-lagi Jazz berhasil menyamakan kedudukan. Naasnya, di laga ketiga saat mereka meraih kemenangan, Clipper kehilangan Blake Griffin karena cedera dan diprediksi tidak akan kembali hingga playoff berakhir. Kutukan ini pun semakin terlihat nyata bagi Clippers. Dan kemarin, Jazz berhasil merebut kemenangan di kandang Clippers (3-2 untuk Jazz).

Kemenangan ketiga bagi Jazz, sekaligus kedua setelah Clippers kehilangan Blake Griffin. Tidak ada yang benar-benar tahu mengapa nasib buruk terus menaungi Clippers. Akankah Dewi Fortuna mau berdamai dengan Clippers? Menukar “rivalitas” mereka dengan babak playoff, dan memperkenankan mereka melaju lebih jauh?(*)

Foto: UPI

Komentar