IBL

“Saya berdiri di dekatnya (Kawhi), dan dia tidak bernafas, dia tidak bernafas! Saya akan melihat ulang peraturan NBA terkait apakah boleh seorang robot bermain,” pernyataan David Fizdale, kepala pelatih Memphis Grizzlies sebelum laga ketiga melawan Spurs.

David diberikan pertanyaan oleh para jurnalis kala itu tentang permainan Kawhi Leonard. Yap, tentu saja jawaban tadi ada unsur komedinya. Tapi komedi yang keluar dari mulut David Fizdale itu berakar dari pengalamannya selama melawan Spurs.

Setelah gagal mencuri satupun kemenangan di kandang Spurs dan merasa dicurangi oleh keputusan wasit, David Fizdale dengan jantan mengakui bahwa Kawhi Leonard adalah “Robot”. Bermain secara menyeluruh baik menyerang dan bertahan, Kawhi tidak pernah terlihat kelelahan dan tampil nyaris tanpa emosi. Untuk keterangan yang terakhir, Kawhi sudah melakukanya selama ia berkarir di NBA.

Kawhi Leonard adalah pemain yang di-draft oleh Indiana Pacers di musim 2011-2012. Di-draft pada urutan ke-15 secara keseluruhan, Kawhi justru tidak pernah tampil bersama Pacers. Ya, Kawhi langsung ditukar ke San Antonio Spurs bersama dua hak draft lainnya. Sebagai gantinya, Pacers mendapatkan seorang George Hill.

Di musim pertamanya bersama Spurs, Kawhi sudah berhasil mengisi posisi starter setelah Richard Jefferson ditukar ke Golden State Warriors. Keinginan kuat pelatih Greg Poppovich untuk mengembangkan pemain muda juga jadi salah satu faktor masuknya Leonard ke starter. Di musim yang sama,Kawhi berhasil tampil di Rising Stars Challenge (pertandingan eksebisi para pemain-pemain muda) dan juga finis di urutan ke-4 Rookie of The Year.

Musim kedua berawal sangat manis bagi Kawhi. Ia berhasil membantu Spurs melaju hingga final guna bertemu Miami Heat. Namun itu harus berakhir pahit setelah Heat berhasil menang dalam tujuh laga yang sangat sengit. Kegagalan Kawhi mengeksekusi lemparan gratis di akhir-akhir laga keenam kala itu disorot. Dalam kondisi unggul 3-2 dalam seri, serta unggul poin saat laga itu, Kawhi gagal mengeksekusi dua lemparan gratis yang didapatnya. Setelah itu, laga berlanjut ke tembakan tripoin Ray Allen yang memaksa pertandingan berlanjut ke overtime. Sesudah itu kita semua tahu bahwa Heat kemudian merengkuh gelar juara.

Musim selanjutnya misi balas dendam dicanangkan oleh Spurs dan Kawhi. Skema permainan Spurs berkembang pesat dengan umpan-umpan pendek dan sedikit lantunan (dribble). Pergerakan tanpa bola pemain Spurs yang seolah tidak ada henti beberapa kali membebaskan para penembak jitu mereka. Sistem seperti ini pula yang membuat nama Kawhi naik daun.

Menjalani partai final ulangan dengan Heat, Kawhi bermain superior. Ia berhadapan secara posisi dengan pemain basket terbaik di planet ini, LeBron James. Kawhi tidak gentar, steal dan blok acap kali dicatatkan olehnya. LeBron bahkan sempat tertangkap kamera memasang muka masam saat Kawhi menjaganya. Secara penyerangan, tembakan perimeter menjadi andalannya. Beberapa kali jab step,l alu tembak dan masuk. Sesederhana itu.

Kawhi lantas diganjar trofi MVP Final atas penampilan cemerlangnya tersebut. Yang sekaligus membawa Spurs menjadi juara. Sebagai tambahan, Kawhi adalah pemain termuda ketiga yang meraih gelar tersebut. Ia berusia 22 tahun 351 hari.

Berganti musim, Kawhi seolah tidak mau di situ-situ saja. Penampilannya terus berkembang dari segala aspek. Kemampuan bertahannya pun menjadi tersohor setelah ia berhasil menorehkan 7 steal dalam 1 laga. Di akhir musim, Kawhi dianugerahi gelar Defensive Player of The Year.

Gelar itu sendiri didapatkan Kawhi dalam dua musim beruntun, meskipun terjadi sedikit kontroversi terkait gelar keduanya. Karena beberapa pengamat menilai, Draymond Green juga layak atas gelar itu. Musim 2015-2016 adalah pertama kalinya Kawhi terpilih sebagai All Stars. Dengan begitu banyaknya mata yang tertuju padanya, nyaris tidak ada yang berubah dari diri Kawhi sejak musim pertama. Tetap tenang, mematikan, dan nyaris tanpa emosi. Di musim itu pula Kawhi berhasil finis di urutan kedua di belakang Steph Curry dalam perebutan gelar MVP. Sayangnya, “kegilaan” Warriors musim itu benar-benar tidak ada obatnya.

Musim ini, 2016-2017. Kawhi kembali masuk kandidat MVP. Spurs secara total menjadi miliknya. Tim Duncan yang pensiun, Tony Parker dan Manu Ginobili yang mulai dikurangi perannya oleh coach Pops, seolah memberikan ruang sebebas-bebasnya untuk Kawhi berkembang. LaMarcus Aldridge dan Pau Gasol pun bak pemeran pembantu bagi permainan Spurs musim ini. Rata-rata 25,5 PPG, 5,8 RPG, 3,5 APG serta 1,8 SPG membuktikan betapa lengkapnya penampilan Kawhi. Memang tidak semenyeluruh Westbrook ataupun Harden. Tapi untuk tim sekelas Spurs, bergantung pada satu pemain adalah hal yang sangat jarang terjadi.

Di playoff 2017 ini Grizzlies berhasil mereka kalahkan dalam enam laga. Kawhi benar-benar sosok utama di balik kemenangan ini. Sebelum laga keenam, Kahwi menjadi pemain terpenting di saat-saat kritis. Memasuki kuarter empat ataupun babak tambahan, Kawhi berhasil melesakan 66,2 persen tembakannya, 83,3 persen tripoin dan juga 100 persen lemparan gratis. Di laga keenam pun Kawhi sempat mencetak tujuh angka berurut-turut di kuarter empat. Total ia mencetak 29 poin.

Mundur sedikit, sebelum laga kelima David Fizdale sempat berkata, ”Saya menerima semua saran terkait bagaimana menghentikan Kawhi Leonard, dia benar-benar tidak dapat dihentikan.”

Setelah memastikan diri lolos ke putaran kedua, Coach Pop dengan yakin mengucapkan, ”Kawhi adalah pemain terbaik di dunia sekarang.”

Foto: ESPN

Komentar