IBL

Mau tidak mau, football writing telah membuka jalan untuk membicarakan sepak bola lebih kaya informasi. Akan tetapi, persoalan menulis analisis taktik seolah menjadi hal klasik untuk diperdebatkan. Bahkan muncul pertanyaan, apakah perlu mengambil lisensi kepelatihan untuk menulis itu?

Seperti ditulis Isidorus Rio Turangga Budi Satria di fandom.id, meminta para pandit dan penulis menempuh lisensi kepelatihan adalah hal utopis. Padahal menulis dari perspektif sendiri adalah kebebasan. Semua orang pastilah boleh menulis. Akan tetapi, perlu diingat, harus didukung data dan fakta yang memadai!

Dibandingkan basket, sepak bola agaknya harus mau bersyukur karena bergelimang data dan fakta. Penulisnya banyak, peminatnya apalagi. Jangankan pertanyaan soal mengambil lisensi kepelatihan, penulis basket di Indonesia masih sangat jarang.

Masalah data dan fakta? Ada, tapi paling–paling yang terbaru saja. Data-data lawas hampir tidak ada.

Orang-orang bisa tahu, Sonny Hendrawan (Liem Tjien Siong) adalah pemain hebat dari katanya, tanpa data statistik yang memadai. Kalaupun ada, sumbernya anonim dan sulit dipertanggungjawabkan. Bukankah penulis harus bertanggung jawab atas apa yang ia tulis? Itulah alasan mengapa menulis analisis adalah riskan. Jika penulisnya tak berlisensi kepelatihan, tidak jarang disebut sok tahu.

Maka dari itu, pertanyaan tentang perlukah penulis mengambil lisensi kepelatihan mesti diubah menjadi, “Perlukah pelatih berlisensi menulis basket?”

Jawabannya, tentu saja iya. Hal pertama yang perlu diyakini, dengan adanya analis yang kompeten, maka pembaca bisa belajar untuk menggambarkannya. Penulis-penulis yang berlisensi kepelatihan bisa menjadi pionir sebagai penyedia informasi yang sahih.

Isidorus Rio, misalnya, mengaku menghindari sikap merasa paling tahu dengan belajar dari tulisan-tulisan orang lain. Ia menelaah taktik half-space dalam sepak bola melalui tulisan seorang pandit bernama Ryan Tank. Sedikitnya itu menggambarkan bahwa penulis dapat memberikan inspirasi bagi penulis lainnya. Bayangkan jika penulis berlisensi kepelatihan yang menulisnya!

Namun sayangnya, boleh dikatakan bahwa hampir tidak ada tulisan-tulisan yang menganalisis taktik dan pertandingan. Sejauh ini, yang cukup konsisten di sepanjang musim reguler adalah Game On Daily yang ditulis Bambang Asdianto Pribadi di iblindonesia.com. Saya senang membacanya sebelum pertandingan dimulai untuk mendapatkan gambaran.

Hanya saja, Game On Daily belum cukup mendalam dan detil untuk menjadi tulisan yang perlu dipelajari. Apalagi di Playoff 2016 tidak muncul sama sekali. Padahal saya tahu, Bambang Asdianto punya cukup data untuk mengulasnya lebih baik.

Octaviarro Romely Tamtelahitu, seorang pelatih berpengalaman, di sisi lain juga suka menulis. Ia bahkan memiliki blog pribadi. Hanya saja, saya tidak berhasil menemukan tulisan yang memuat analisis taktik. Akan menyenangkan kalau Coach Ocky—sapaan akrabnya—juga menulis analisisnya, baik di blog maupun situs-situs seperti mainbasket.com. Saya kira fasilitas sudah tersedia, bahkan gratis.

Nama lainnya, semisal Eko Widodo, juga punya kemampuan untuk mengulas taktik. Eko adalah seorang jurnalis sekaligus analis olahraga, juga bergelar Ph.D. dalam pendidikan olahraga. Ia juga punya blog pribadi (ekowidodo.com), tetapi saya belum juga menemukan analisis taktik basket yang cukup.

Kalau seperti ini, harapannya tentu saja jadi bertumpu pada orang-orang berkompetensi. Jika seperti itu pun memang belum bisa, sambil menunggu munculnya penulis basket hebat di Indonesia yang mau menulis analisisnya, para penulis awam bisa belajar dari kiblatnya. Tidak harus diam saja. Toh, NBA sebagai liga terhebat sejagad memiliki situs yang kelewat lengkap.

Mau data statistik dari zaman kapan? Lengkap! Tinggal masalahnya mau atau tidak penulis Indonesia mempelajarinya.

Masalahnya lagi, ketika referensi sudah ada, berani tidak penulis mencurahkan analisisnya ke dalam sebuah tulisan dengan data statistik yang minim? Tentu saja ini menjadi tantangan tersendiri ketika tidak jarang orang mengatakan sok tahu.

Untuk itu penulis perlu betul-betul belajar melalui proses yang tidak instan dan mudah untuk membangun argumen. Menghabiskan waktu untuk hal-hal seperti itu justru membuat penulis kaya informasi. Sambil terus belajar, siapa tahu ternyata kita sendiri yang menjadi penulis berkompetensi. Buktinya sepak bola bisa, mengapa basket tidak bisa?

Gambar: thisisnthappines.com

Komentar