IBL

 

Ketika mendapat kabar bahwa saya diundang mengikuti NBA Summer Camp for Referee di Las Vegas, Amerika Serikat, rasanya seperti tidak percaya.

Bagaimana tidak, saya akan memperoleh peluang menimba ilmu dari para instruktur dan evaluator terbaik di NBA. Ya, NBA sebuah liga bola basket terbaik di dunia!

Bonus besarnya, peserta camp perwakilan dari FIBA diberi kesempatan memimpin NBA Summer League. Betapa senangnya bisa terlibat dan merasakan atmosfer NBA langsung di lapangan. Saya kira, kerja keras dan keseriusan saya selama ini akhirnya membuahkan hasil.

Saya memang dipilih sebagai perwakilan dari Federasi Bola Basket Dunia (FIBA). Dalam e-mail-nya, FIBA menyatakan wasit yang terseleksi adalah wasit muda aktif berpotensi, berumur di bawah 40 tahun. Saya berusia 39 tahun. Dan, yang paling penting, sudah punya pengalaman memimpin di level dunia.

FIBA memilih delapan wasit dari seluruh dunia. Dua dari Asia, dua dari Afrika, dua dari Amerika, satu dari Oceania, dan satu dari Eropa. Tapi, akhirnya, cuma enam yang bisa berangkat. Sebab, wasit dari Arab Saudi dan Benin bermasalah dengan visa.

Untuk bisa memimpin di NBA Summer League, kami, wasit FIBA, lebih dulu digembleng dengan materi tentang NBA Rules dan NBA Mechanics. Latihannya dengan memimpin di turnamen NBA Global Summer League. Di sana, kami didampingi wasit NBA D-League.

NBA Global Summer League merupakan turnamen yang mempertandingkan beberapa tim dengan pemain-pemain yang ditawarkan kepada pasar internasional. Jadi, banyak agen pemain dan talent scouting yang menonton game itu.

Kami, wasit FIBA, memang tidak familier dengan sistem pergerakan wasit di NBA. Bahkan, banyak peraturan yang berbeda. Sehingga, memimpin NBA Global Summer League adalah sarana pembelajaran dan pemanasan sebelum menjadi wasit NBA Summer League.

Dan akhirnya, tiba saatnya, saya memimpin NBA Summer League pada 12 Juli 2016 waktu setempat. Pertandingannya antara Portland Trail Blazers versus Utah Jazz.

Pagi sebelum meeting pagi dengan NBA, saya didatangi crew chief di game nanti. Dia adalah Haywoode Workman, seorang mantan pemain NBA yang berkarir sebagai wasit setelah pensiun. Dia adalah eks pemain ketiga dalam sejarah yang akhirnya menjadi wasit NBA.

Satu partner lagi adalah Phenizee Ransom, wasit NBA D-League. Haywood memperkenalkan diri dan memberikan arahan bagaimana kami akan berangkat ke arena, yakni Thomas and Mark Center, Las Vegas.

Pada pertandingan di FIBA Asia ataupun dunia, wasit selalu dijemput dari hotel sampai ke arena. Begitu juga sebaliknya. Tetapi, di NBA, crew chief diberi tanggung jawab berkoordinasi dengan partnernya untuk menuju arena dengan standar yang sudah ditentukan.

Sesampai di arena, kami langsung menuju locker room wasit dan langsung melakukan pre-game conference. Haywood memimpin pre-game itu dengan sangat gamblang dan detail.

Dia bahkan memberikan analisis match-up pemain dan data-data lainnya dengan sangat lengkap dan terperinci. Jadi, semua itu menjadi bekal yang sangat berharga agar kami lebih siap dalam memimpin pertandingan. Sebetulnya, dalam game FIBA, kami biasa melakukannya. Tetapi, memang, pre-game conference di NBA dilakukan dengan lebih detail.

Saat keluar lorong menuju lapangan, saya sedikit cemas. Saya pikir itu wajar. Betapa tidak, saya sebagai wasit FIBA akan memimpin pertandingan NBA Summer League yang mempunyai rules, signaling, dan mechanics yang berbeda dengan yang biasa saya lakukan. Untungnya, kami sudah diberi training dan mencobanya selama lima hari di NBA Global Summer League.

Memang, yang menyaksikan pertandingan itu tidak sebanyak penonton yang menyaksikan final FIBA Asia 2013 di Manila ataupun final Asian Games 2014 di Incheon, dua pertandingan besar yang saya pimpin.

Tetapi, di dua game itu, saya merasa sangat siap dan sangat bersemangat. Saya tidak merasakan beban seberat yang saya alami di pertandingan NBA ini. (bersambung)

 Foto : Satrio Wicaksono untuk Jawa Pos

Komentar