IBL

Dalam sebuah pertandingan basket, terkadang kita sudah bisa menebak atau meramal –bahkan dengan tepat- siapa yang akan keluar sebagai pemenang meskipun pertandingannya belum berakhir.

Benarkah? Benar. Bagi yang suka basket kemungkinan besar pernah merasakannya.

Ada dua jenis penanda yang membuat kita berpikir kita akan tahu siapa yang akan menang. Pertama pertanda yang lebih banyak logisnya, kedua, yang sifatnya agak-agak intuitif.

Pertanda logis adalah skor. Skor telak atau jauh, sementara sisa waktu tinggal sedikit membuat tim yang tertinggal sulit mengejar ketinggalan. Jadi kita tahu siapa yang kemungkinan besar akan menang.

Katakanlah, satu tim unggul 20 poin sementara laga tersisa satu menit lagi. Maka kemungkinan besar ia akan menang. Walau tentu ada peluang tim yang tertinggal jauh membalikkan keadaan. Keajaiban bisa muncul kapan saja.

Pertanda intuitif agak sulit dinalar. Saya pernah berpapasan dengan Wan Amran, mantan pelatih beberapa tim IBL. Ia pernah meninggalkan tribun penonton sambil mengatakan, “Tim A yang akan menang.”

Ia mengatakan itu ketika laga sedang ketat-ketatnya. Selisih poin berganti hanya berjarak dua sampai empat saja. Tetapi kemudian ramalan Coach Amran benar.

Sesama penonton mungkin juga pernah merasakannya. Meskipun skor ketat, aura pertandingan, semangat atau bahasa tubuh beberapa pemain seolah “bisikan” yang mengatakan bahwa timnya akan menang atau kalah. Pertanda intuitif ini sepertinya punya kecenderungan keliru yang besar. Hahaha.

Dalam Game 1 Final IBL 2016 saat Pelita Jaya EMP Jakarta mengalahkan CLS Knights Surabaya 77-70, saya sedikit merasakan pertanda intuitif ini. Ada “bisikan” kecil ketika menyaksikan laga tersebut. Bisikan tersebut tidak mengatakan “Pelita Jaya akan menang.” Tetapi mengatakan “CLS Knights akan kalah.”

Gaib? Tentu bukan.

Saya melihatnya di kuarter keempat ketika salah satu tembakan bebas Jamarr melenceng agak jauh. Rasanya aneh. Jamarr sepertinya jarang seperti itu. Ia terlihat grogi. Mungkin karena intimidasi penonton. Mungkin.

Lalu menjelang beberapa menit sebelum laga usai, Jamarr bermain sendiri di sayap kanan. Seperti bermain taktik isolasi (isolation play), hanya saja rekan-rekannya terlihat kebingungan di sayap kiri.

Lalu sebelumnya, saya melihat rebound CLS Knights kalah (24-45) di akhir kuarter tiga. Saya ingat beberapa pelatih sering bilang kalau siapa yang menguasai rebound, besar kemungkinan akan menang.

Operan-operan cepat CLS Knights juga jarang muncul. Tampaknya, inilah inovasi Pelita Jaya di laga ini. Tim asuhan Benjamin Alvarez Sipin III tak terlalu menampilkan inovasi serangan baru. Tetapi berusaha sebisa mungkin menghambat permainan cepat khas CLS Knights.

CLS Knights hanya mencetak 12 poin dari fastbreak (serangan balik cepat). Di dua laga semifinal melawan Satria Muda Pertamina Jakarta, CLS Knights rata-rata mencetak 15,5 poin dari fastbreak.

Sampai detik-detik akhir, masih sulit melihat Pelita Jaya akan menang. Suasana bangku pemain Pelita Jaya pun masih tegang. Padahal waktu tinggal beberapa detik dan mereka unggul enam angka. Insiden double technical foul di detik-detik akhir membuat laga semakin menegangkan.

Walau masih belum jelas kelihatan Pelita Jaya akan menang, CLS Knights sudah terlihat akan kalah. Terlihat emosional. Tidak seperti CLS Knights biasanya.

Rupanya, ada sosok lain yang juga melihat ini. Sosok yang sangat mengenal CLS Knights.

“Saya sudah merasa dari awal bahwa ini (kami) bakal kalah.”

Kalimat tersebut dikatakan oleh Wahyu W. Jati, kepala pelatih CLS Knights seusai laga.

Senang mendengar pengakuan tersebut. Senang karena seolah ada pembenaran atas apa yang saya lihat dari performa CLS Knights. Namun berbeda dengan “visi” yang baru saya lihat saat laga mulai memasuki kuarter empat, Coach Wahyu melihatnya jauuuh sebelum itu.

“Saya merasakan ini dari pagi (26 Mei). Persiapan kami tidak bagus. Saya jujur saja. Begini, itu perasaan saya sebagai pelatih. Kalau persiapan bagus, ada harapan hasil akan bagus. Saya bilang ke mereka (pemain), ‘sudahlah saya tahu kita akan kalah. Hanya beberapa orang saja yang berkomitmen untuk konsisten dalam persiapan.’”

Yang menarik dari ramal-meramal sebelum pertandingan usai ini adalah ramalan Coach Wahyu tentang laga berikutnya atau Game 2.

Dengan tegas ia mengatakan, “Kita pasti menang (di hari) Sabtu (28 Mei). Ini benar. Pasti menang.”

Coach Wahyu kemudian menambahkan, “(Tetapi) Ini semua terserah pemainnya. Mau menang atau kalah? Mau juara atau tidak?”

Tak hanya Coach Wahyu, setiap orang punya ramalan atau prediksi apa yang akan terjadi di Game 2.

Ketika saya singgah di sebuah rumah makan setelah laga usai, secara tidak sengaja saya mendengar celetukan sesorang yang tengah mengantri memesan makanan. “Gw rasa Pelita Jaya akan nyantai mainnya di Game 2.”

Nah lho! Sudah ada yang mulai meramal. Hahahaa.

Ramal-meramal dan ramalan Coach Wahyu akhirnya saya sampaikan ke Benjamin Alvarez Sipin III, Kepala Pelatih Pelita Jaya. Coach Benji kemudian mengatakan, “Kalau begitu, saya juga meramalkan bahwa Pelita Jaya pasti menang di Game 2. Satu kaki kami sudah ada di pintu juara.”

“Kalau saya dan pelatih CLS Knights sama-sama meramalkan akan menang di Game 2, kita tunggu saja saat pertandingan nanti. Ramalan siapa yang jitu.”

Nah, siapa lagi yang mau main ramal-meramal?

Foto: IBL.

Komentar