IBL

Sore itu hujan mengguyur Kota Kembang. Pada sebuah gelanggang, seorang lelaki berdiri di antara para peserta di tengah lapangan. Sementara saya berdiri di luar lapangan, sedikit menjauh dari keramaian di sana.

Saya masih bisa melihat keseluruhan dengan jelas sambil sesekali memotret acara. Meski hasilnya blur akibat kamera saku tidak memadai. Atau justru kemampuan memotret tidak seandal fotografer kawakan macam Hari Purwanto, Ben Chandra, Tommy Julyanto, atau Rocky Padila yang biasa memotret pertandingan besar.

Para remaja pemegang bendera merah-putih kemudian saya lihat sudah siap mengibarkan Sang Saka. Riuh rendah ikut terdengar di seluruh ruangan itu. Tribun hampir penuh oleh berbagai kalangan. Kebanyakan dari mereka pelajar sibuk mengisi GOR Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat, Jumat 12 Februari 2016.

Laki-laki yang berdiri di tengah itu berjas hitam setelan rapi. Namanya Azrul Ananda, direktur utama PT DBL. Sempat meraih mikrofon dari rekannya, ia mengucap salam kepada seluruh hadirin di lapangan. Rupanya ia hendak membuka gelaran besar bertajuk Developmental Basketball League (DBL) West Java Series 2016-East Region sore itu.

Ia kemudian sibuk memanggil satu per satu orang-orang penting. Salah satunya berkemeja putih dengan bagian lengan disingsingkan. Ialah Menteri Pemuda dan Olahraga RI Imam Nahrawi. Rupanya ia tidak hanya sibuk mengurusi sepak bola saja. Ia ikut menyemarakan pembukaan liga basket pelajar terbesar di Indonesia itu. Bahkan Azrul sempat membocorkan, di meja kantornya Imam memajang bola basket. Hatur nuhun, Pak!

Imam memegang mikrofon sekarang. Ia lantas memberikan sambutan. Tepuk tangan menjadi awalan menyambut sepatah-dua patah kata mutiara Sang Menteri. Ah, atau justru lebih panjang dari itu. Saya tidak peduli dan sibuk mengobrol dengan para wartawan di dekat saya. Tepuk tangan lagi-lagi terdengar ketika Imam mengakhiri sambutannya.

Pembukaan itu memang tidak cukup meriah. Para penari dan atraksi sepeda motor biasa saja menghiasi pembukaan. Hanya saja para pelajar kelewat antuasias datang mendukung tim sekolah kesayangannya. Itu bagus untuk kemeriahan basket republik ini. Saya suka dengan orang-orang yang rela datang hujan-hujanan ke gelanggang untuk menonton basket. Saya juga suka dengan orang-orang yang rela menghabiskan waktu menyelenggarakan pertandingan. Mereka laik disebut pahlawan negeri ini.

Seremoni tidak berlangsung cukup lama, Imam membuka pertandingan pertama antara tim putri SMAN 2 Purwakarta melawan SMAN 9 Bandung dengan tip-off. Imam melampar bola di tengah lapangan. Tidak tanggung-tanggung, ia melempar bola terlalu tinggi. Hadé euy, Pak Menteri!

Pertandingan berlangsung sementara para wartawan sibuk menuju ruang konferensi. Azrul, Imam, dan Andi Wijaya (Manajer Senior PT Astra Honda Motor), menjadi sasaran pertanyaan mereka. Saat itulah Imam mengaku kagum pada konsistensi DBL menggelar liga.

“DBL adalah salah satu—yang menurut saya—sangat konsisten selama ini,” ujar Imam. “Dalam keadaan menggelorakan dan menyemangati pebasket-pebasket muda Indonesia untuk terus berkompetisi dan berkiprah. Dan, saya kira ini sesuatu yang harus kita hormati. Pemerintah bangga.”

Pentingnya konsistensi itu diakui Sang Dirut, Azrul Ananda. Ketika saya bertanya soal pembeda acara tahun ini dan tahun-tahun sebelumnya, ia malah berkelakar. “(Pembedanya) Saya lebih tua,” katanya.

“Kalau dari penyelenggara yang penting adalah bagaimana menjaga konsistensi,” tambah Azrul.

Oh kalau boleh jujur, saya sepakat dengan Imam untuk bangga pada DBL soal konsistensinya. Sejak 2004 silam mereka konsisten menyelenggarakan liga tanpa terputus. Perkembangan-perkembangan terus dilakukan demi kemajuan basket Indonesia.

Bahkan bukan hanya soal basket saja, DBL mewadahi minat para penari dengan UBS Gold Dance Competition dan para penulis atau fotografer dengan Journalist Competition.

Serunya Mewartakan Pertandingan

Saya begitu senang ketika para peserta Journalist Competition berbondong-bondong membawa kamera sendiri. Tidak sedikit juga dari mereka membawa buku catatan untuk menulis. Kelihatannya antusias sekali.

Ketika para wartawan sungguhan mendahului mereka mewawancarai Azrul, Imam, dan Andi, para remaja itu menunggu di belakang. Mereka memenuhi hampir seisi ruangan untuk juga mengajukan pertanyaan. Saat tiba giliran mereka bertanya, ruang konferensi seolah menjadi sesak. Saya sempat terjebak di antara mereka sambil menyemangati. “Semangat, wartawan!” kata saya.

Setelah itu, saya lantas menyempatkan berbincang-bincang dengan dua orang peserta Journalist Competition. Saya sapa mereka sesopan mungkin. Sedikit mengganggu makan siang mereka di kala hujan. Ah, tapi tak mengapa.

“Hai! Saya Gagah, penulis. Boleh wawancara sebentar?” tanya saya kepada keduanya. Mereka dengan raut wajah keheranan malah mengiyakan. Beruntung.

Keduanya adalah perempuan berusia 17 tahun. Mereka mengaku masih kelas 11 SMA di sebuah sekolah bernama SMAN 1 Cicalengka. Entah letaknya di mana. Mungkin di ujung Bandung.

Menurut Silvi Rahmadini, salah satu remaja itu, motivasi mengikuti kompetisi itu berawal dari ketertarikan. Pada dasarnya ia sudah menyukai menulis dan memotret. Sementara rekannya, Dini Aprilian, mengaku ingin mengembangkan hobi.

“Pengen nyobain pengalaman berbeda,” jawab Dini begitu karena sebelumnya ia justru berkompetisi sebagai pemain basket. Sungguh putri yang multitalenta. Orang tuanya pasti bangga.

Sejak itu, saya pikir harus berterima kasih kepada DBL. Mereka telah mewadahi para remaja mengembangkan minat mereka selama ini. DBL sadar betapa penting sebuah media untuk melanjutkan usaha mereka. Media mewartawakan pertandingan dan lain hal sebagai wujud memajukan basket Indonesia. Lantas, program apa lagi yang bakal dicanangkan untuk memajukan liga ini? Saya ingin melihatnya lebih dekat. Semangat terus insan basket Indonesia!

Komentar